Bank Indonesia mencatat utang luar negeri RI atau ULN pada kuartal I 2018 tumbuh melambat | PT Rifan Financindo Berjangka
Berdasarkan hal tersebut, BI mengatakan, perkembangan ULN total pada kuartal I 2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Tercermin dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal I 2018 yang tercatat stabil di kisaran 34 persen, di mana rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers.
Sedangkan, berdasarkan jangka waktu, struktur ULN Indonesia pada akhir kuartal I 2018 juga tercatat tetap didominasi ULN berjangka panjang yang memiliki pangsa 86,1 perseb dari total ULN.
"Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah terus memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan peran ULN dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," ungkap BI.
Sementara itu, pertumbuhan ULN sektor pertambangan meningkat dan pertumbuhan ULN sektor keuangan relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan kuartal sebelumnya. Di mana pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 72,2 persen, atau relatif sama dengan pangsa pada kuartal sebelumnya.
Peningkatan tersebut terutama bersumber dari penerbitan Global Sukuk sebesar 3 miliar dolar AS, yang di dalamnya termasuk dalam bentuk Green Bond atau Green Sukuk Framework senilai 1,25 miliar dolar AS sejalan dengan komitmen pendanaan hijau yang ramah lingkungan," tulis BI.
Adapun ULN swasta, tercatat tumbuh melambat terutama dipengaruhi oleh ULN sektor industri pengolahan dan sektor pengadaan listrik, gas, dan uap/air panas (LGA).
Untuk pertumbuhan ULN sektor industri pengolahan dan sektor LGA pada kuartal I 2018 masing-masing tercatat sebesar 4,4 persen dan 19,3 persen secara tahunan, atau lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya.
Perlambatan pertumbuhan ULN tersebut disebabkan oleh ULN sektor pemerintah dan sektor swasta yang tumbuh lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya," dikutip dari keterangan resminya, Selasa malam 15 April 2018.
BI juga menyebutkan, untuk ULN Pemerintah sendiri, mengalami peningkatan sebesar US$ 3,8 miliar, yang ditujukan selain untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kegiatan produktif dan investasi, juga untuk mendukung komitmen terhadap pendanaan hijau yang ramah lingkungan.
Di mana, hingga akhir kuartal I 2018, ULN pemerintah tercatat sebesar US$181,1 miliar yang terdiri dari SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara) yang dimiliki oleh non-residen sebesar US$124,8 miliar dan pinjaman kreditur asing sebesar US$56,3 miliar.
Bank Indonesia mencatat utang luar negeri RI atau ULN pada kuartal I 2018 tumbuh melambat. Pada akhir kuartal I 2018 tercatat sebesar US$358,7 miliar, yang terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$184,7 miliar dolar serta utang swasta sebesar US$174,0 miliar.
Melalui keterangan resminya, BI mencatat, ULN pada akhir kuartal I 2018 tersebut tumbuh sebesar 8,7 persen year on year (yoy), atau melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada kuartal sebelumnya yang mencapai 10,4 persen (yoy).
Defisit Dagang Bikin Cemas, Rasio Utang Terkendali | PT Rifan Financindo Berjangka
Impor barang modal melonjak 41% menjadi US$2,62 miliar April 2018, dari US$1,86 miliar bulan yang sama tahun lalu. Hal ini menandakan perekonomian Indonesia positif, dengan realisasi investasi yang meningkat terutama di sektor perumahan, kawasan industri, dan perkantoran.
Kegagalan program swasembada pangan berdampak pada kinerja neraca dagang. Impor barang konsumsi, terutama bahan pangan terus mendaki. Bahkan April 2018, tingginya impor bahan pangan membuat neraca dagang Indonesia mengalami defisit yang lebar.
Bank Indonesia menegaskan perkembangan utang luar negeri (ULN) pada kuartal I/2018 tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir kuartal I/2018 yang tercatat stabil pada kisaran 34%.
PT Bursa Efek Indonesia bersama Otoritas Jasa Keuangan tengah menyusun aturan agar investor bisa terlibat lebih besar dalam menetapkan harga saham saat penawaran umum perdana.
Defisit perdagangan sepanjang 4 bulan pertama tahun ini mulai mencemaskan, setelah mencatat surplus yang cukup besar sepanjang periode yang sama dalam 3 tahun terakhir. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Januari-April tahun ini defisit US$1,31 miliar.
Berita seputar kinerja neraca perdagangan Indonesia serta perkembangan utang luar negeri (ULN) pada kuartal I/2018 menjadi sorotan media massa hari ini, Rabu (16/5/2018).
Utang Luar Negeri Kuartal I 2018 Tembus 358 Miliar Dolar AS | PT Rifan Financindo Berjangka
Perkembangan utang luar negeri pada kuartal pertama 2018, kata Agusman, dinilai masih terkendali. Hal ini terlihat dari rasio utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhir kuartal pertama 2018 tercatat sebesar 34 persen. Rasio tersebut, kata dia, masih lebih baik jika dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain.
Jika dilihat secara jangka waktu, struktur utang Indonesia pada akhir kuartal pertama 2018 tetap didominasi oleh utang luar negeri jangka panjang yang memiliki porsi 86,1 persen dari total keseluruhan.
"BI bersama pemerintah akan terus memantau perkembangan utang luar negeri dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan perannya dalam mendukung pembiayaan pembangunan," kata dia. "Tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian."
Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri swasta melambat, terutama dipengaruhi oleh ULN sektor industri pengolahan dan sektor pengadaan listrik, gas, dan uap atau air panas (LGA).
Pada kuartal pertama, pertumbuhan utang luar negeri kedua sektor itu masing-masing tercatat sebesar 4,4 persen dan 19,3 persen. Selanjutnya, kata Agusman, pertumbuhan ULN sektor pertambangan mengalami peningkatan. Sedangkan untuk sektor keuangan dinilai stabil dibanding kuartal sebelumnya.
"Pangsa utang luar negeri keempat sektor itu terhadap total utang luar negeri swasta sebesar 72,2 persen, relatif sama dengan pangsa kuartal sebelumnya," tutur Agusman.
"Peningkatan tersebut terutama bersumber dari penerbitan global sukuk sebesar US$ 3 miliar," ujarnya.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Agusman, menyebut utang luar negeri (ULN) Indonesia pada kuartal pertama 2018 tumbuh melambat. "Hal itu disebabkan utang luar negeri sektor pemerintah dan swasta yang tumbuh lebih rendah dibanding kuartal sebelumnya," kata Agusman dalam keterangan resmi yang Tempo terima, Selasa, 15 Mei 2018.
Agusman menyebut, utang luar negeri Indonesia pada akhir kuartal pertama 2018 tercatat sebesar US$ 358,7 miliar. Jumlah itu terdiri dari utang pemerintah dan bank sentral sebesar US$ 184,7 miliar serta utang swasta sebesar US$ 174,0 miliar.
Pertumbuhan kedua utang luar negeri itu sebesar 8,7 persen jika dilihat secara year on year (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan sebelumnya yang mencapai 10,4 persen (yoy).
Menurut Agusman, utang luar negeri pemerintah terdiri dari Surat Berharga Negara (SBN) berisi Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) atau sukuk negara milik non-residen sebesar US$ 124,8 miliar dan pinjaman kreditur asing sebesar US$ 56,3 miliar.