(BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia April 2018 mencapai USD 14,47 miliar | PT Rifan Financindo Berjangka
Penurunan terbesar ekspor nonmigas April 2018 terhadap Maret 2018 terjadi pada bahan bakar mineral sebesar USD 416,4 juta (18,18 persen), sedangkan peningkatan terbesar terjadi pada kendaraan dan bagiannya sebesar USD 72,5 juta (12,59 persen).
Menurut provinsi asal barang, ekspor Indonesia terbesar pada Januari-April 2018 berasal dari Jawa Barat dengan nilai USD 10,03 miliar (17,08 persen), diikuti Jawa Timur USD 6,31 miliar (10,75 persen) dan Kalimantan Timur USD 5,94 miliar (10,11 persen).
Menurut sektor, ekspor nonmigas hasil industri pengolahan Januari April 2018 naik 5,32 persen dibanding periode yang sama 2017, demikian juga ekspor hasil tambang dan lainnya naik 33,38 persen. Sementara, ekspor hasil pertanian turun 5,05 persen.
Ekspor nonmigas Maret 2018 terbesar adalah ke Tiongkok yaitu USD 1,82 miliar, disusul Amerika Serikat USD 1,43 miliar dan Jepang USD 1,39 miliar, dengan kontribusi ketganya mencapai 34,95 persen. "Sementara ekspor ke Uni Eropa (28 negara) sebesar USD 1,39 miliar,” kata dia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia April 2018 mencapai USD 14,47 miliar atau turun 7,19 persen dibanding ekspor Maret 2018 yakni sebesar USD 15,58 miliar. Jika dibandingkan April 2017 juga meningkat 9,01 persen.
Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan ekspor nonmigas April 2018 mencapai USD 13,28 miliar, turun 6,8 persen dibanding Maret 2018 yakni sebesar USD 14,25 miliar. Demikian juga dibanding ekspor nonmigas April 2017 naik 8,55 persen.
"Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-April 2018 mencapai USD 58,74 miliar atau meningkat 8,77 persen dibanding periode yang sama tahun 2017, sedangkan ekspor nonmigas mencapai USD 53,30 miliar atau meningkat 9,27 persen," ujar dia di Gedung BPS,Jakarta, Senin (15/5/2018).
Neraca Dagang April 2018 Defisit US$1,63 Miliar | PT Rifan Financindo Berjangka
Ia menambahkan secara kumulatif neraca perdagangan Januari-April tercatat masih defisit sebesar US$1,31 miliar.
Sementara itu, jumlah ekspor pada April 2018 turun 7,19 persen menjadi US$14,47 miliar dibandingkan dengan Maret 2018 yang mencapai US$15,59 miliar. Penurunan itu terjadi baik dari ekspor migas dan nonmigas.
"Untuk migas sendiri turun 11,32 persen secara bulanan menjadi US$1,19 miliar," terang Suhariyanto.
Namun, khusus untuk non migas terdiri dari ekspor industri pengolahan yang turun 4,83 persen, pertambangan turun 16,03 persen, sedangkan pertanian naik 6,11 persen.
"Ekspor non migas menyumbang nilai ekspor mencapai 91,8 persen," imbuh Suhariyanto.
Tapi secara kontribusi barang konsumsi sebenarnya kecil hanya 9,39 persen, paling banyak masih dari bahan baku atau penolong sebesar 74,32 persen dan barang modal sebesar 16,29 persen," papar Suhariyanto.
Kendati jumlah impor lebih tinggi dari ekspor, Suhariyanto menilai kenaikan impor dari bahan baku atau penolong dan barang modal akan lebih menggerakkan industri dalam negeri dan kegiatan ekspansi perusahaan.
Ia merinci, untuk impor barang konsumsi mencapai US$1,51 miliar atau naik 25,86 persen dibandingkan Maret 2018. Kemudian, impor dari bahan baku atau penolong dan barang modal masing-masing naik 10,73 persen dan 6,59 persen secara bulanan (month to month/mom).
- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan April 2018 defisit sebesar US$1,63 miliar. Kondisi ini berbanding terbalik dengan posisi Maret 2018 yang surplus sebesar US$1,09 miliar.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan neraca perdagangan yang defisit disebabkan oleh jumlah impor yang naik signifikan sebesar 11,28 persen menjadi US$16,09 miliar dibandingkan dengan Maret 2018 yang hanya US$14,46 miliar.
"Kenaikan impor ini baik dari sisi migas dan non migas, terutama barang konsumsi tapi itu wajar karena jelang bulan puasa ya," ucap Suhariyanto, Selasa (15/5).
Baju Impor China Banjiri RI Jelang Lebaran | PT Rifan Financindo Berjangka
"Kalau April tahun lalu 2017 itu untuk pakaian bukan rajutan nilainya hanya US$ 22 juta, tapi 2018 ini US$ 36,3 juta ada peningkatan sekitar US$ 14,2 juta," ujarnya.
Dari data BPS juga disebutkan impor filamen buatan dari China tercatat sebesar US$ 320,82 juta pada April. Filamen buatan adalah jenis benang yang digunakan untuk membuat kain.
Nilai impor RI pada April 2018 sebesar US$ 16,09 miliar. Angka ini menanjak 34,68% dibandingkan April 2017 sebesar US$ 11,95 miliar. Suhariyanto mengatakan jika dibandingkan bulan Maret 2018 kenaikan impor ini hanya 11,28%.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jelang Lebaran tahun ini ada peningkatan untuk sejumlah barang impor, terutama dari China.
Kepala BPS Suhariyanto menjelaskan, jelang hari raya Idul Fitri biasanya ada kenaikan pada impor kelompok sandang.
"Untuk pakaian jadi bukan rajutan dalam rangka menghadapi Lebaran memang ada kenaikan, itu setiap tahun terjadi," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
Dia menjelaskan untuk impor tersebut naik 64,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Suhariyanto menyebutkan untuk nilainya April tahun ini tercatat sebesar US$ 36,3 juta.