Bahan bakar minyak jenis premium khusus di wilayah Jawa Madura dan Bali atau Jamali bakal segera rampung | PT Rifan Financindo Berjangka
"Jadi hampir 600 SPBU yang bertahap bisa langsung diiisi. Sisanya bertahap, akan kita mapping lagi, untuk pengisian premium," kata Nicke.
Nicke menambahkan, bagi masyarakat yang ingin mengetahui SPBU mana yang telah menyediakan premium bisa diakses melalui aplikasi peta daring, yaitu Waze.
"Jadi ini akan beri kemudahan ke masyarakat SPBU terdekat mana yang sediakan premium, kami sampaikan lewat waze, sehingga masyarakat akan datang di tempat yang memang menyediakan," ujarnya.
Dari jumlah tersebut, dia menjelaskan, jumlah SPBU yang bisa segera diisi premium adalah SPBU yang memiliki tangki timbun lebih dari satu.
Ini akan ditanda tangani dalam waktu dekat. Salah satu poinnya adalah ada kewajiban JBKP Jamali. Ibu Nicke (Plt Dirut Pertamina) bilang komit sanggupi dengan bertahap, lakukan penugasan ini," kata pria yanga akrab disapa Ifan itu dalam konferensi pers di kantor BPH Migas, Rabu 16 Mei 2018.
Di tempat yang sama, Plt Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan, pihaknya telah menghitung jumlah SPBU yang tidak menjual premium di wilayah Jamali. Setidaknya ada sebanyak 1.926 SPBU yang pada hari ini tidak menjual premium yang akan kembali diwajibkan menjual premium.
"Kami catat ada 1.926 SPBU yang hari ini tidak jual premium," ujarnya.
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa mengatakan revisi aturan tentang Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) atau premium itu telah disepakati oleh lintas Kementerian. Mulai dari Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan hingga Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengungkapkan, aturan teranyar tentang kewajiban penyediaan bahan bakar minyak jenis premium khusus di wilayah Jawa Madura dan Bali atau Jamali bakal segera rampung.
Aturan itu akan tertuang dalam Revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.
Awasi BBM Subsidi, Nozzle di SPBU Akan Terkoneksi ke Kemenkeu dan BPH Migas | PT Rifan Financindo Berjangka
Sementara itu, Plt Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, mengaku siap menerapkan program tersebut. Menurut dia, penerapan sistem ini memang diperlukan untuk memastikan penyaluran BBM ke seluruh Indonesia. "Kita juga memerlukan ini untuk verifikasi data, memudahkan verifikasi data untuk subsidi," ucap Nicke. Nicke menuturan, selama ini pengawasan penyaluran BBM bersubsidi dilakukan secara acak oleh BPH Migas. Dari 7.000 SPBU yang dimiliki Pertamina, hanya sekitar 400 yang penyalurannya tercatat.
"Ini membuat akurasi distribusi volume Solar subsidi kurang sesuai. Diharapkan melalui program ini maka penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran," ujar Nicke. Dia mengatakan, pemasangan sistem IT ini akan dilakukan secara bertahap mulai tahun ini. "Kami Harap 2018 sudah ada wilayah yang terapkan. Untuk investasi sedang dihitung, bisa sinergi BUMN, working group sedang kerjakan skema bisnisnya seperti apa," kata Nicke.
Pria yang akrab disapa Ifan ini berharap rencana ini akan terlaksana dengan baik. Dia tak ingin rencana ini gagal diterapkan seperti Radio Frequency Identification (RFID) pada 2014 lalu. "Intinya pertamina juga menyampaikan menyanggupi untuk menggerakan IT Nozzle ini. Kita kepingin ini tak mengulangi kegagalan RFID yang tidak jadi dilaksanakan," kata Ifan.
PT Pertamina (Persero) akan menerapkan sistem teknologi dan informasi di keran penyaluran BBM (nozzle) di setiap stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Kepala Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mengatakan, sistem tersebut akan mencatat volume BBM yang keluar dari nozzle di setiap dispenser SPBU.
Nantinya data tersebut tersambung ke Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan ke BPH Migas. "Sudah ada kesepakatan antara menteri keuangan, menteri ESDM dan BUMN bagaimana di setiap nozzle pertamina nanti akan dipasangkan IT. Nanti semua bisa terkonek ke BPH Migas, kemenkeu, data yang terverifiksi khususnya untuk BBM bersubsidi," ujar Fanshurullah di Kantor BPH Migas, Rabu (16/5/2018).
Penyaluran BBM Subsidi Kembali Gunakan Teknologi Informasi | PT Rifan Financindo Berjangka
Hal ini membuat akurasi distribusi volume Solar subsidi kurang sesuai. Dengan teknologi informasi maka volume akan tercatat dan dilakukan secara langsung (real time). Diharapkan melalui program ini maka penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran," tambahnya.
Nicke menambahkan, pihaknya segera melakukan pemetaan SPBU dalam menerapkan sistem tersebut. Pemetaan itu dilakukan guna memastikan wilayah mana saja yang siap melaksanakan program pencatatan penyaluran BBM Subsidi. "Mana yang paling siap kita jalankan lebih dulu. Harapannya, 2018 sudah ada wilayah yang terapkan," ujarnya.
Ini sangat diperlukan mengingat tugas pemerintah dan Pertamina operator itu menyalurkan. Lalu untuk verifikasi data untuk subsidi. Dengan kebutuhan ini kami sepakat Pertamina bangun sistem ini," ujarnya.
Nicke menerangkan, selama ini pengawasan (monitoring) penyaluran BBM subsidi dilakukan secara acak oleh BPH Migas. Dari sekiar 7.000 SPBU yang ada, tidak bisa semua diamati satu persatu. Alhasil, hanya sekitar 200 SPBU sampai 400 SPBU yang penyalurannya tercatat.
Dalam kesempatan yang sama, Pelaksana tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati, menyatakan, pihaknya berkomitmen mendukung program tersebut. Adapun langkah pertama penerapan TI pada nozzle dengan membangun sistem terlebih dahulu. Pihaknya, akan membahas hal tersebut dengan Kementerian ESDM, BPH Migas dan BUMN lain yang sudah berpengalaman menggunakan sistem tersebut.
Pertamina sekarang sanggupi. Kita komit dulu, investasi nanti. Enggak mau ulangi kegagalan RFID," kata Fanshurullah, dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (16/05).
Radio Frequency Identification atau RFID merupakan alat pencatat volume BBM yang pernah dicanangkan pada 2014 silam. Namun, program tersebut tidak berlanjut mengingat BBM jenis subsidi kini tinggal jenis Solar. BBM jenis Premium tidak lagi disubsidi.
Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi akan tercatat menggunakan teknologi informasi (TI) yang terpasang pada kran penyaluran BBM (nozzle). Volume BBM yang keluar dari nozzle di setiap dispenser pada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) ke kendaraan akan terkoneksi ke Kementerian Keuangan (Kemkeu) maupun ke Badan Pengatur Kegiatan Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).
Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa, mengatakan, pencatatan penyaluran BBM bersubsidi ini sesuai dengan kesepakatan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, dan Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Adapun teknologi informasi itu terpasang di SPBU milik Pertamina.