Total utang pemerintah hingga akhir Februari 2017 menembus Rp4.035 triliun | PT Rifan Financindo Berjangka
Dengan demikian, rasio utang terhadap PDB hingga akhir tahun nanti bisa turun secara otomatis.
Selain itu, ia memastikan bahwa kemampuan bayar utang negara di masa depan tidak akan memberatkan generasi yang mendatang. Pasalnya, risiko pembiayaan yang tercermin dalam imbal hasil SBN semakin turun antar tahunnya.
Kendati demikian, realisasi APBN hingga akhir Februari 2018 mencatat, pembayaran bunga utang mencapai Rp34,43 triliun. Pembayaran tersebut, mencapai 11,92 persen terhadap total realisasi APBN.
Menurut Kemenkeu, jika dibandingkan dengan negara yang setara, utang Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 29,24 persen sebenarnya terbilang kecil. Adapun Vietnam tercatat sebesar 63,4 persen, Thailand 41,8 persen, Brazil 81,2 persen, Nikaragua 35,1 perse, dan Irlandia 72,8 persen.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya memastikan bahwa kondisi keuangan negara tetap aman. Ia juga menilai, tambahan utang tahun ini yang ditujukan menambal defisit sebesar 2,19 persen dari PDB masih lebih kecil ketimbang target pertumbuhan ekonomi yang disetel pemerintah yakni 5,4 persen.
Jumlah utang pemerintah tersebut masih terjaga pada level yang aman dan lebih rendah dari batas yang ditetapkan dalam UU Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003, bahwa total utang pemerintah terhadap PDB paling besar 60 persen," terang Kementerian Keuangan dalam publikasi APBN Kita Maret 2018, dikutip Kamis (15/3).
Kementerian Keuangan mencatat, total utang pemerintah hingga akhir Februari 2017 menembus Rp4.035 triliun. Utang tersebut naik 13,46 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp3.556 triliun.
Utang pemerintah masih didominasi oleh penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai Rp3.257,26 triliun atau 80,73 persen dari total utang pemerintah. Penerbitan SBN tersebut mayoritas atau sekitar Rp2.359,47 triliun diterbitkan dalam denominasi rupiah.
Selain penerbitan SBN, utang tersebut juga berasal dari pinjaman luar negeri pemerintah yang mencapai Rp771,76 triliun atau 19,13 persen dari total utang tersebut.
Utang Pemerintah RI Tembus Rp 4.000 T | PT Rifan Financindo Berjangka
Di sisi lain, tercatat juga utang dalam bentuk surat berharga negara (SBN) sebesar Rp 3.257,26 triliun yang terdiri dari SBN dalam denominasi rupiah sebesar Rp 2.359,47 triliun dan Rp 897,78 triliun.
Catatan total utang tersebut setara dengan 29,24% terhadap PDB.
"Dengan Pengelolaan Yang Pruden dan Akuntabel, Utang Pemerintah Masih Dalam Level Aman Pada 29,2 persen," bunyi keterangan dalam situs resmi tersebut.
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat total utang pemerintah hingga akhir Februari telah mencapai Rp 4.034,80. Angka ini tumbuh 13,46% bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016.
Demikian dikutip dari situs resmi Kementerian Keuangan, Kamis (15/3).
Dalam keterangan tersebut dijabarkan bahwa utang pemerintah sebesar Rp 4.034,80 triliun tersebut terbagi dalam pinjaman luar negeri yang mencapai Rp 771,76 triliun dalam bentuk pinjaman bilateral Rp 331,24 triliun, pinjaman multilateral Rp 396,02 triliun, pinjaman komersial Rp 43,32 triliun dan pinjaman suppliers Rp 1,17 triliun.
Sementara pinjaman dalam negeri tercatat sebesar Rp 5,78 triliun.
Utang Pemerintah Tembus Rp 4.000 T, Ini Risiko yang Perlu Diwaspadai | PT Rifan Financindo Berjangka
Adapun pemanfaatan utang dinilai David sudah semakin baik. Hal itu lantaran utang lebih banyak dialokasikan untuk keperluan produktif lantaran subsidi sudah lebih tepat sasaran dan semakin banyak alokasi untuk pembangunan infrastruktur. “Ke depan harus banyak alokasi juga untuk pengembangan SDM (Sumber Daya Manusia) ya,” ujarnya.
Selain FDI, ia juga mendorong adanya pendalaman pasar finansial, melalui penerbitan instrumen-instrumen investasi lainnya, misalnya surat utang yang tidak bisa dijual dalam jangka waktu tertentu. “Mesti dicari instrumen lain, ada savings bonds harus ditahan 3 tahun, SUN mungkin diperkenalkan fixed 3 tahun,” kata dia.
Menurut perhitungan David, Indonesia masih perlu mempertebal cadangan devisa. Hal itu dengan mempertimbangkan utang luar negeri jangka pendek yang cukup besar yaitu mencapai US$ 50 miliar. “Kalau sekarang cadangan devisa sekitar Rp 130 miliar, paling tidak harus US$ 150-200 miliar, ini dengan benchmark dengan negara-negara lain,” kata dia.
Sebagai alternatif solusinya, ia mendorong agar pemerintah lebih mengupayakan investasi asing langsung (Foreign Direct Investment), untuk mendanai berbagai proyek pemerintah maupun untuk mengembangkan industri di dalam negeri.
Dalam jangka panjang, FDI terutama untuk pengembangan industri berorientasi ekspor bakal mempertebal devisa. “FDI mungkin akan membuat impor bahan baku tinggi di awal, tapi kalau produknya bukan hanya untuk pasar domestik, tapi untuk diekspor, maka ke depan bisa naikkan devisa,” ucapnya.
Menurut David, sebanyak 7-8% di antaranya bukan masalah lantaran dipegang bank sentral negara lain yang orientasi penempatan dananya berjangka panjang. Yang perlu diwaspadai yaitu yang dipegang oleh manajer investasi (fund manager) yang mudah keluar masuk.
Kementerian Keuangan mencatat utang pemerintah mencapai Rp 4.034,8 triliun per Februari 2018. Nominal utang tersebut naik Rp 478,69 triliun atau 13,46% dari posisi Februari tahun lalu. Meski begitu, rasio utang terbilang rendah yaitu 29,2% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), di bawah negara-negara setara Indonesia (peer countries).
Secara rinci, mayoritas utang berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yaitu Rp 3.257 triliun, terdiri dari SBN rupiah Rp 2.359,47 triliun dan SBN valas Rp 897,78 triliun. Di sisi lain, pinjaman Rp 777,54 triliun, terdiri dari pinjaman luar negeri Rp 771,76 triliun dan dalam negeri Rp 5,78 triliun.