Aparat Polres Tulungagung menyelidiki uang palsu senilai Rp4,5 miliar | PT Rifan Financindo Berjangka
Selain pecahan Rp100.000, menurut Kasatreskrim Polres Tulungagung AKP Mustijat Priyambodo di dalam kardus juga bercampur dengan uang Dollar. Semuanya tertera tulisan uang mainan. Kendati demikian polisi tetap berupaya memastikan jumlah uang palsu seluruhnya. Bahkan dalam penghitungan ini Polres Tulungagung meminta bantuan lima orang petugas BCA.
"Karena jumlahnya yang banyak kita meminta bantuan petugas bank untuk menghitung," terangnya.
Dalam kasus ini polisi tidak menahan Mujiono. Untuk sementara yang bersangkutan dinilai sebagai korban. Mustijat mengatakan, pihaknya langsung bergerak memburu Ali Makmur.
Selain memastikan darimana uang palsu itu berasal, polisi juga memastikan motif pelaku. "Saat ini kita tengah mencari seseorang yang disebut sebagai pemilik pertama uang mainan dalam kardus itu," jelasnya.
Namun begitu melihat penampakan uang pecahan Rp100.000 itu pihak bank langsung menghubungi kepolisian setempat. Mujiono yang bersikukuh tidak tahu uang yang dibawanya palsu mengatakan baru membuka kardus saat dirinya berada di kantor BCA.
Saat menerima dari tangan Ali Makmur, dia mengaku langsung menyimpannya. Uang yang diterimanya merupakan pembayaran awal dari total harga jual rumah Rp15,1 miliar. Dari hasil pemeriksaan sementara uang senilai Rp4,5 miliar itu adalah mainan.
Dia kaget saat hendak menyetor ke rekening, petugas teller bank BCA Cabang Tulungagung menyatakan sebagai uang palsu. "Saat ini kita lakukan penyelidikan termasuk untuk sementara mengamankan pemilik uang," ujar Wakapolres Tulungagung Komisaris Andik Gunawan kepada wartawan, di Jatim, Kamis 22 Maret 2018.
Uang palsu itu ditempatkan di dalam dua kardus. Dengan pede Mujiono membawa ke bagian petugas teller bank. Dia bermaksud melunasi tanggungan kredit bank senilai Rp4,5 miliar. Pinjaman yang menunggak sejak tahun 2015.
Aparat Polres Tulungagung menyelidiki uang palsu senilai Rp4,5 miliar milik Mujiono (45) warga Dusun Karangtengah, Desa Pulosari, Kecamatan Ngunut, Jawa Timur. Mujiono mengaku mendapat uang dari Ali Makmur, pembeli rumahnya di wilayah Blitar.
Transaksi Flazz BCA naik 166% di bulan Februari 2018 | PT Rifan Financindo Berjangka
Posisi Februari 2017 itu sekitar 10 juta kartu, itu pun kami sudah melakukan pembersihan, kenaikannya hampir 45% dari segi jumlah kartu," tambahnya. Sebagai tambahan informasi saja, sampai dengan Februari 2018, Bank Indonesia (BI) mencatat jumlah uang elektronik beredar sudah mencapai 200,87 juta. Jumlah ini meningkat drastis bila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun 2017 sebesar 106,65 juta.
Bila dihitung secara persentase, jumlah tersebut meningkat drastis mencapai 88,34%. Jumlah yang tinggi ini salah satunya ditopang oleh semakin banyaknya pemain bisnis uang elektronik di Indonesia. Catatan BI, saat ini perusahaan yang sudah terdaftar sebagai penerbit uang elektronik mencapai 27 perusahaan. Adapun, sebelas diantaranya berasal dari industri perbankan.
"Tahun ini memang paling utama ada di tol, sisa-sisanya seperti transportasi umum, pembayaran parkir dan merchant itu relatif secara frekuensi tidak terlalu signifikan," ungkap Santoso kepada Kontan.co.id, Kamis (22/3).
Sementara dari sisi jumlah kartu sendiri, ada lonjakan kenaikan cukup signifikan dari BCA. Tercatat sampai bulan Februari 2018 jumlah kartu flazz sudah mencapai 14,7 juta kartu, meningkat dari posisi Februari 2016 sebanyak 10 juta kartu. Pun, untuk tahun ini BCA tidak mematok pertumbuhan, alasannya permintaan akan uang elektronik tiap tahun terus meningkat, bahkan tak jarang melebihi target yang dipasang oleh BCA.
Menurutnya, salah satu penopang paling besar kenaikan transaksi uang elektronik antara lain implementasi sistem pembayaran jalan tol yang mewajibkan menggunakan uang elektronik berbasis kartu.
Atas hal itu, tahun ini bank swasta terbesar di Indonesia itu akan mendorong transaksi uang elektronik di transportasi umum dan jalan tol.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) mengamini, pertumbuhan transaksi uang elektronik perseroan sampai awal tahun 2018 cukup pesat.
Direktur BCA Santoso Liem mengungkapkan untuk transaksi pembayaran menggunakan Flazz (uang elektronik BCA) saja frekuensinya naik sebanyak 166% sampai akhir Februari 2018. Meski tidak merinci secara detil, dari sisi nominal transaksinya pun bisnis uang elektronik perseroan ini juga tumbuh sebesar 257% bila dibandingkan dengan posisi yang sama tahun 2017.
Jual Rumah Dapat Rp4,5 Miliar dalam Kardus, Ternyata Uang Mainan | PT Rifan Financindo Berjangka
Dua kardus berisi uang ini kemudian diangkat oleh satpam BCA ke lantai atas. Mujiono sempat menunggu selama 30 menit, namun Ali tidak juga muncul.
Mujiono mulai panik. Apalagi disaksikan banyak orang dan jajaran pimpinan BCA Tulungagung memintanya untuk membuka kardus itu.
Saat kardus dibuka, Mujiono mengaku nyaris pingsan. "Saya langsung sadar uangnya hanya mainan. Bentuknya kecil-kecil dan warnanya juga lain," ungkap Mujiono.
Selanjutnya, pihak BCA berkoordinasi dengan kepolisian. Kini, putugas kepolisian tengah mencari keberadaan Ali yang tiba-tiba menghilang untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Selama menunggu hingga hari Senin pekan ini, Mujiono mengaku tidak bisa tidur. Ia terus berjaga karena ada uang Rp 4,5 miliar di kamarnya.
Senin (19/3) pagi, Mujiono membawa dua kardus itu ke BCA Kantor Cabang Tulungagung. Di parkiran Mujiono sempat menghubungi orang dekat Ali.
"Dia tidak pernah bawa ponsel, kalau menghubungi lewat anak buahnya," tutur Ali.
"Uangnya kemudian dititipkan di rumah saya, karena kalau harus balik ke Blitar, tempat Ali, saya kejauhan," tambahnya.
Ali kemudian meminta Mujiono untuk bersumpah, tidak akan membuka kardus berisi uang itu sebelum ada dirinya. Nantinya uang itu akan dibuka bersama-sama di depan kasir BCA.
Tanpa membuka dan menghitung uang yang ada di dalam kardus, Ali menyuruh anak buahnya untuk memasukkan uang tersebut ke mobil Mujiono.
Ali dan Mujiono juga bersepakat bersama-sama ke BCA Tulungagung untuk melunasi kredit macet Mujiono sejak tahun 2005, demi mendapatkan sertifikat rumah dan tanah.
Mujiono dan Ali berangkat ke Bank BCA. Namun, sesampainya di BCA, ternyata kantor bank sudah tutup dan pembayaran akhirnya tertunda.
Pada Jumat (16/3/2018), Ali meminta Mujiono datang ke rumahnya untuk mengambil uang tunai sebesar Rp 4,5 miliar. Mujiono datang dan mengambil uang yang disimpan di dalam kardus.
Ali yang berminat untuk membeli tanah, bangunan dan perabot barang antik di dalamnya, menawar dengan harga Rp 15,1 miliar. Tawaran itu disepakati oleh Mijiono dan Ali, dengan ditandai surat perjanjian hitam di atas putih.
Sebagai bukti tanda jadi, Ali berkeinginan membayar uang muka. Namun, niat Ali ditolak Mujiono. Sebab, sertifikat tanah sudah diagunkan (dijaminkan) ke Bank BCA.
Oleh Mujiono, Ali diminta membayar lunas mahar jual-beli itu melalui Bank BCA, sehingga sertifikat tanah serta rumah yang dibelinya langsung diberikan.
"Sertifikat tanahnya kan masih di BCA, saya berpikirnya, dilunasi sekalian, terus Ali bisa langsung diambil sertifikatnya," ujarnya.
Mujiono, warga Dusun Karangtengah Desa Pulosari Kecamatan Ngunut, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, mengalami nasib sial.
Berharap mendapat uang dari hasil penjualan rumah dan tanah demi melunasi utang di Bank Central Asia, malah terpaksa berurusan dengan aparat penegak hukum.
Pasalnya, uang Rp4,5 miliar hasil penjualan asetnya tersebut ternyata palsu. Hal itu baru diketahuinya setelah hendak menyetorkan uang tunai yang ditempatkan dalam satu kardus itu ke BCA jalan Pangeran Diponegoro, Tulungagung, Senin (19/3) awal pekan ini.
“Saya menjual sebuah rumah di Desa Sumberejo Kulon senilai Rp 17 miliar. Oleh seorang perantara bernama Suprapto, rumah itu ditawarkan ke Ali,” kata Mujiono menceritakan awal mula kasusnya, Kamis (22/3/2018).