Keberadaan partikel plastik dalam air mineral kemasan | PT Rifan Financindo Berjangka
Bagaimanapun Kepala BPOM, Penny Kusumastuti Lukito, mengatakan agar masyarakat tidak perlu khawatir karena air mineral yang beredar sudah sesuai dengan standar yang berlaku.
Dia menambahkan keberadaan mikroplastik belum ada dalam aturan soal kelayakan pangan: "Perlu ditetapkan oleh lembaga berwenang seperti WHO, FAO, atau Kementerian Kesehatan."
Sementara itu Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia menyatakan komitmennya untuk memberikan produk air yang berkualitas.
"Kami selalu mengikuti apa yang diisyaratkan pihak berwenang," kata Ketua ASPADIN, Rachmat Hidayat, kepada BBC Indonesia.
Namun ada konsumen yang mengaku khawatir partikel plastik dalam kemasan dapat mempengaruhi kesehatan mereka dan meminta otoritas terkait melakukan penelitian lebih lanjut.
"Selama ini saya dan mayoritas masyarakat yakin minuman mineral itu sehat," kata Wening, salah satu konsumen rutin air minuman dalam kemasan, kepada BBC Indonesia, Minggu (18/03).
Wening mengatakan pemerintah terutama Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM, seharusnya menjelaskan hal tersebut kepada masyarakat luas: "Perlu penelitian terkait kabar air mineral mengandung plastik itu."
Dan pedagang minuman kemasan mengaku tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Polemik Air Kemasan Mengandung Partikel Plastik, BPOM Nyatakan Aman Dikonsumsi | PT Rifan Financindo Berjangka
“Kami masih menunggu kajian dari lembaga Internasional seperti EFSA, US-EPA yang saat ini sedang mengembangkan pengkajian termasuk metode analisis untuk melakukan penelitian toksikologi terhadap kesehatan manusia. Hasilnya belum ada studi ilmiah yang membuktikan bahaya mikroplastik bagi tubuh manusia. Ini adalah penelitian awal. Kami menunggu dari WHO terhadap revisi terhadap standar kita tentang AMDK di Indonesia,” jelasnya.
Meskipun begitu lanjut Penny, pihaknya akan terus memantau isu mikroplastik dan berkoordinasi dengan lintas keahlian, akademisi, kementerian dan lembaga terkait serta asosiasi baik ditingkat nasional maupun internasional. Disisi lain dirinya juga mengingatkan konsumen untuk jeli memilih produk baik AMDK, makanan, kosmetik atau obat-obatan dengan memperhatikan kemasan, label, dan tanggal kadaluarsa.
“Dalam hal memilih, belilah AMDK yang diedarkan di ritel yang terpercaya. Kemudian hati-hati dalam memilih kemasan, perhatikan label yang tertera, ijin edar dan tanggal kadaluwarsa dan tentunya produk yang ber-SNI,” ucapnya.
Selain itu lanjut Penny belum ada studi ilmiah yang membuktikan bahaya mikroplastik bagi tubuh manusia. Bahkan The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) selaku lembaga pengkaji risiko untuk keamanan pangan di bawah FAO-WHO belum mengevaluasi toksisitas plastik dan komponennya.
Oleh karena itu, belum ditetapkan batas aman untuk mikroplastik. Selain itu, Codex sebagai badan standar pangan dunia di bawah FAO-WHO belum mengatur ketentuan tentang mikroplastik pada pangan
Tidak perlu panik, air minum dalam kemasan masih aman di minum hingga saat ini. Kami bisa memastikan AMDK yang beredar di Indonesia telah memenuhi standar yang berlaku secara internasional dan Standar Nasional Indonesia (SNI). BPOM selalu melakukan pengawasan sesuai standar-standar yang telah ditetapkan dengan melakukan pengajian dan pengawasan sebelum diedarkan dan saat di edarkan. Produk yang tidak memenuhi SNI akan kami lakukan tindakan,” ujarnya melalui keterangan pers, Minggu (18/3/2018)
Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI) buka suara kontroversi penelitian tentang mikroplastik yang ditemukan di beberapa kemasan air mineral. Pasalnya, banyak masyarakat yang merasa khawatir atas isu tersebut.
Kepala BPOM Penny Kusumastuti Lukito mengatakan konsumen tidak perlu khawatir dan panik terhadap keamanan, mutu dan gizi dari produk air minum dalam kemasan (AMDK) yang beredar di Indonesia. Pasalnya, sesuai aturan SNI AMDK (wajib SNI) dan peraturan Kepala BPOM, pihaknya terus melakukan pengawasan ketat pada tahap pre-market dan post market terhadap kemasan air mineral tersebut, sehingga dirinya menjamin seluruh air mineral yang dijual pasaran sudah sesuai standar yang berlaku.
Mikroplastik dalam Air Kemasan | PT Rifan Financindo Berjangka
Menurut BPOM, lembaga pengaji risiko untuk kemanan pangan, The Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA), pun belum mengevaluasi soal toksisitas plastik dan komponennya. JECFA merupakan lembaga naungan FAO-WHO. Jadi, belum ada ketentuan batas aman untuk mikroplastik.
Selain itu, BPOM memaparkan, Codex selaku badan standar pangan dunia di bawah FAO-WHO belum mengatur ketentuan mengenai mikroplastik pada pangan. Meski begitu, BPOM akan berkoordinasi dengan lintas ahli, akademisi, asosiasi, kementerian, dan lembaga terkait. Koordinasi dibangun baik dengan lembaga nasional ataupun internasional.
Dewasa ini isu sampah plastik semakin meningkat dan menjadi masalah serius. Menurut Komisi Eropa, penduduk Eropa menghasilkan 25 juta ton sampah plastik setahun. Itu baru di Benua Biru. Sayangnya, hanya sekitar 30 persen sampah plastik terdaur ulang.
Kita pun seharusnya juga waspada dengan kian merebaknya plastik dalam kehidupan. Sebab banyak yang tidak paham dengan perkembangan teknologi plastik. Sudah sewajarnya negara hadir di tengah-tengan pro kontra air kemasan terkontaminasi mikroplastik.
Pemerintah Indonesia sendiri melalui Kementerian Kesehatan akan menindaklanjuti temuan mikroplastik dalam air kemasan melalui pengajian mendalam. Selain itu, pemerintah juga akan koordinasi dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Sementara itu, BPOM mengaku belum ada studi ilmiah ihwal bahaya kandungan mikroplastik bagi tubuh manusia. Saat ini, BPOM menyebutkan perkembangan isu mikroplastik masih diamati lembaga pangan internasional seperti European Food Safety Authority (EFSA) otoritas US-Environmental Protection Agency (US-EPA).
Menurut laporan penelitian, konsentrasi butiran plastik dalam air minum kemasan berkisar dari 0 hingga lebih 10.000 partikel plastik dalam satu botol. Rata-rata, partikel plastik dalam kisaran ukuran 100 mikron (0,10 milimeter) dianggap plastik mikro. Untuk kasus ini, penelitian menemukan plastik pada tingkat rata-rata 10,4 partikel plastik per liter. Bahkan yang paling umum dijumpai, partikel plastik berukuran lebih kecil yang mencapai rata-rata 325 partikel plastik per liter.
Namun, para ahli mengatakan, tingkat risiko terhadap kesehatan manusia yang ditimbulkan oleh kontaminasi mikroplastik dalam air kemasan belum jelas. Tetapi, sejauh ini kontaminasi plastik terkait dengan peningkatan jenis kanker tertentu hingga menurunkan jumlah sperma serta meningkatkan risiko gangguan konsenstrasi, hiperaktivitas, dan autisme.
Konsumen air minum dalam kemasan (AMDK) patut waspada. Sebab, sebuah studi di sembilan negara menemukan air kemasan merek-merek terkenal terkontaminasi partikel plastik kecil atau mikroplastik. Temuan itu diungkapkan dalam laporan penelitian yang dipimpin pakar plastik mikro Sherri Mason dari State University of New York, di Fredonia. Laporan penelitian tersebut kemudian dirilis Orb Media, sebuah perkumpulan media nonprofit berbasis di Amerika Serikat.
Para peneliti menguji 250 botol air minum kemasan di Brasil, Tiongkok, India, Indonesia, Kenya, Lebanon, Meksiko, Thailand, dan Amerika Serikat. Hasilnya, para peneliti menemukan plastik di hampir 93 persen sampel yang digunakan dalam pengujian.
Sampel yang digunakan dalam pengujian itu diambil dari merek-merek terkenal, beberapa di antaranya dijual di Indonesia. Butiran halus yang mencemari air minum di dalam kemasan botol termasuk dalam jenis polypropylene, nilon, dan polyethylene terephthalate (PET). Menurut penelitian, ketiganya umumnya digunakan untuk membuat tutup botol air kemasan. Di dalam penelitian tersebut, 65 persen partikel yang ditemukan dalam bentuk fragmen, bukan serat. Partikel ini dihasilkan melalui proses pembotolan air atau dari tutup botol.