Keputusan pemerintah tak menaikkan harga minyak memang membawa konsekuensi | PT Rifan Financindo Berjangka
Apalagi, kata Iskandar konsumsi untuk BBM jenis penugasan seperti premium dan solar berpotensi naik selama libur Lebaran yang jatuh pada bulan Juni 2018. "Pada saat Lebaran premium naik 7% dari bulan biasa," jelasnya.
Iskandar menyebut jika dihitung dengan formula harga yang ditetapkan pemerintah melalui Peraturan Preisden No.191/2014 Tentang Penyedian, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran BBM, maka harga premium seharusnya sudah mencapai Rp 8.600 per liter untuk April–Juni 2018.
Sedangkan premium saat ini masih dijual Rp 6.450 per liter. "Ini berarti telah ada selisih harga sebesar Rp 2.150 per liter," kata dia.
Sementara untuk BBM jenis solar, dengan formula harga harusnya harga solar saat ini sebesar Rp 8.350 per liter. Saat ini solar masih dijual di harga Rp 5.150 per liter. Ini berarti ada selisih harga Rp 3.200 per liter.
Agar Pertamina tak kehilangan potensi pendapatan itu harga premium dan solar harusnya naik untuk periode April-Juni 2018.
Direktur Pemasaran Pertamina M. Iskandar menjelaskan, dari hitungan Pertamina untuk Januari-Februari 2018, potensi kehilangan pendapatan akibat menanggung selisih harga solar dan premium baik di luar Jawa-Madura-Bali (Jamali) maupun wilayah Jamali sebesar Rp 3,9 triliun.
"Untuk solar dan premium penugasan (luar Jamali) selama Januari-Februari (potensi kehilangan pendapatannya) sudah Rp 3,49 triliun. Tambah premium untuk Jamali Rp 3,9 triliun," jelas Iskandar dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Direktur Jenderal Migas dan Komisi VII DPR RI pada Senin (19/3).
Keputusan pemerintah tak menaikkan harga minyak memang membawa konsekuensi. PT Pertamina mengaku berpotensi kehilangan pendapatan dari tidak naiknya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar. Apalagi, harga minyak dunia saat ini sudah menembus US$ 60 per barel, jauh di bawah harga pada asumsi anggaran 2018 yang hanya sebesar US$ 48 per barel.
Jika diakumulasikan, potensi kehilangan pendapatan Pertamina selama Januari-Desember 2018 bisa sampai Rp 24 triliun. Salah satu faktornya: kenaikan konsumsi premium dan solar yang tahun ini naik 5%–7% per bulan.
Bos Pertamina Bingung Ikuti Aturan Pemerintah soal Premiun | PT Rifan Financindo Berjangka
"Di satu sisi seperti, kawan-kawan di ESDM, pak Ifan (BPH Migas) diskusi gimana nih mengatasi masalah. Di satu sisi, masih minta premium tapi di sisi lain pinginnya BBM kualitas tinggi," ujar dia.
Maka dari itu, Ia mengaku perlu kejelasan ke mana arah kebijakan pemerintah saat ini dalam kebijakan penyaluran BBM sehingga kebijakan ke depan yang diambil tidak merugikan pihak mana pun.
"Jelang Asian Games ini, kita harus sosialisasi sama-sama, karena regulasinya sudah ditujukan kepada Pertamina. Kami sudah ada produknya (untuk BBM Kualitas tinggi), kan proyek Cilacap sudah berlangsung dua tahun," tuturnya.
Tak hanya itu, sambung Massa, pihaknya telah merespons keinginan pemerintah untuk menyediakan BBM berkualitas tinggi dengan mengejar target proyek kilang langit biru Cilacap yang diharapkan on stream atau dapat dioperasikan pada Desember 2018.
"Dan, perlu disampaikan kilang Cilacap udah enggak bisa lagi produksi premium," ujar dia.
"Ini sesuai dengan BBM penugasan, yaitu premium standar RON 88, euro II. Permen LHK kita sudah ingin ke euro IV, ini membingungkan," kata Massa dalam rapat dengan komisi VII, Jakarta, Senin 19 Maret 2018.
Sebagai contoh, dia mengatakan, pada Asian Games 2018 yang dihelat di Jakarta Palembang dan Bandung mendatang, Pertamina diminta untuk segera menyediakan BBM dengan kualitas euro IV atau kualitas tinggi.
PT Pertamina kebingungan menyikapi kebijakan pemerintah mengenai penyaluran bahan bakar minyak atau BBM. Kebijakan itu adalah terkait prioritas BBM yang akan dilakukan, apakah masih BBM dengan standar euro II atau justru berprioritas kepada BBM standar euro IV.
Direktur Utama Pertamina, Elia Massa Manik menyampaikan, Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, ditegaskan bahwa Pertamina sudah akan beralih ke euro IV atau berkualitas tinggi. Sedangkan dari Kementerian Energi Sumber Daya Mineral dan BPH Migas juga masih mendorong pemenuhan kebutuhan masyarakat untuk BBM standar euro II atau RON 88.
Pertamina Klaim Rugi Sekitar Rp2 Triliun per Bulan |PT Rifan Financindo Berjangka
"Lalu, harga formula Solar setelah disubsidi Rp500 per liter menjadi Rp8.350 per liter [menggunakan skema formula baru untuk harga BBM], sedangkan harga penetapan pemerintah Rp5.150 per liter," tuturnya.
Pertamina mencatat ada potensi tambahan beban biaya yang didapatkan bila harga premium dan solar penetapan pemerintah tidak berubah sampai akhir tahun ini.
"Dari total 2 bulan pertama tahun ini tinggal dikalikan 6 saja, itu perkiraan kerugian sampai akhir tahun ini. Paling, perbedaannya ada tambahan 5% sampai 7% pada periode Idulfitri karena saat itu permintaan bensin berpotensi naik," ujar Iskandar.
Pertamina memproyeksikan ada selisih Rp800 per liter antara harga Premium dengan oktan (RON) 88 saat ini Rp6.450 per liter dan harga keekonomian pasar sekitar Rp7.250 per liter.
Sementara itu, harga BBM dengan kandungan RON 90 atau Pertalite saat ini Rp7.600 per liter.
Iskandar menuturkan, berdasarkan formula baru yang telah disepakati oleh pemerintah, harga Premium saat ini bisa mencapai sekitar Rp8.600 per liter. Pemerintah dan Pertamina sedang membahas model formula baru harga BBM di Tanah Air.
"Kami berpotensi mencatatkan tambahan biaya dari penyaluran Premium di Jamali [Jawa, Madura, dan Bali], dan solar senilai Rp3,49 triliun. Lalu, kami juga mendapatkan tambahan biaya dari penyaluran Premium di luar Jamali sekitar Rp500 miliar sehingga total menjadi Rp3,9 triliun," ujarnya, Senin (19/3).
Pertamina mendapatkan beban tambahan dari penyaluran Premium dan solar itu disebabkan oleh penetapan harga oleh pemerintah yang tidak berubah, tetapi harga sudah naik seiring dengan kenaikan harga minyak dunia dan pelemahan nilai tukar rupiah.
PT Pertamina (Persero) memproyeksikan ada potensi kehilangan Rp3,9 triliun dari penjualan Premium dan solar pada Januari—Februari 2018.
Direktur Pemasaran Pertamina Muchamad Iskandar mengatakan, perseroan melihat ada potensi tambahan biaya yang disebabkan penyaluran Premium dan solar selama 2 bulan pertama 2018 senilai Rp3,9 triliun.