Meningkatkan ekspor dan menjaga neraca perdagangan agar tidak defisit | PT Rifan Financindo Berjangka
Kusumo menjelaskan, untuk produk di Blibli.com, tercatat hanya sekitar 100.000 barang lokal dari total 2,5 juta barang yang diperdagangkan di sana. Barang-barang impor tersebut juga sebenarnya sudah terlebih dahulu banyak yang masuk secara offline atau bukan dari kegiatan e-commerce.
Berdasarkan hal tersebut, pihaknya menyatakan mendukung keinginan pemerintah mendorong produk hasil usaha kecil menengah (UKM) masuk ke marketplace besar di Indonesia.
"Kami pengin majuin produsen lokal dengan target sampai sebanyak mungkin. Dari UMKM bisa naik jadi lebih besar lagi hingga harapannya bisa menjadi eksportir," tutur Kusumo.
Lantas, apakah marketplace bisa membendung produk impor masuk ke Indonesia?
"Karena kami bukan importir, kami tidak bisa bendung. Kami juga bukan regulator, jadi agak susah jawabnya," kata CEO Blibli.com Kusumo Martanto saat ditemui di Rapat Kerja Kementerian Perdagangan 2018, Jumat (2/2/2018).
Terlebih, perkembangan e-commerce yang pesat membuka peluang semakin besar masuknya produk dari luar negeri. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, kontribusi produk luar negeri dari barang yang listing di online marketplace di Indonesia sampai 93 persen, sedangkan produk lokal hanya 6 sampai 7 persen.
Salah satu isu besar yang sedang ditangani Kementerian Perdagangan saat ini adalah berupaya meningkatkan ekspor dan menjaga neraca perdagangan agar tidak defisit. Defisit akan terjadi bila jumlah barang impor lebih besar ketimbang yang diekspor.
Tanggapan Bos Blibli Soal Tudingan Penyebab Banjirnya Produk Asing | PT Rifan Financindo Berjangka
Mengenai kesetaraan (level of playing field), tambah Kusumo, seharusnya tidak hanya berlaku untuk toko offline dan toko online yang ada di Indonesia saja. Melainkan, marketplace di luar negeri yang bisa menjual produknya ke berbagai negara, termasuk ke konsumen di Indonesia.
Sebab, mereka dapat dengan mudah menjual barang tanpa harus dikenakan pajak dan kewajiban menyerap tenaga kerja. "Itu juga harus jadi perhatian pemerintah, enaknya gimana untuk level of playing field-nya. Karena, tidak fair kalau yang sudah ada badan usaha di sini, kesannya dari para pemain, kami ini kok dikejar macam-macam. Tapi yang di luaran gimana nih," tutur Kusumo.
Pihaknya tidak menampik, toko-toko online banyak yang menjual produk impor. Namun, pemerintah seharusnya menyadari bahwa pemerintah lebih dapat mendeteksi barang impor di online ketimbang di toko-toko.
"Kalau di offline kan musti samperin satu-satu tokonya, repot. Kalau dari kami, kami akan dukung seperti yang tadi Pak Menteri sampaikan bahwa kita harus ngikutin aturan," imbuh dia.
Pasalnya, barang-barang impor dapat dengan mudah dijual lewat jalur perdagangan berbasis digital (online). Dia mengatakan, serbuan produk asing sejatinya tidak hanya ada di toko online, namun di toko-toko offline yang ada di Indonesia juga banyak dijual produk impor.
"Kita juga musti cek di offline, masih banyak barang impor di offline. Yang jadi masalah itu, sekarang online itu disorot banyak pihak, bahwa berjualan barang impor atau yang tidak mengikuti regulasi itu mudah di online," katanya dalam acara Rapat Kerja Kementerian Perdagangan di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat (2/2/2018).
Chief Executive Officer (CEO) Blibli.com Kusumo Martanto angkat bicara soal pernyataan pemerintah yang menyatakan bahwa marketplace yang beroperasi di Indonesia menjadi salah satu penyebab banjirnya produk impor alias produk asing di Indonesia.
CEO Blibli.com Akui Produk dalam Negeri yang Dijual Masih Sedikit | PT Rifan Financindo Berjangka
"Banyak mindset dari UKM kalau packaging itu hanya cost. Kalau lihat di bandara dan di mall itu keliatannya bagus, tapi belum tentu barangnya enak. Itu bagaimana stakeholder memberi pengertian bahwa packaging itu sesuatu yang menarik," jelas dia.
Untuk meningkatkan produk dalam negeri atau UKM dalam lamannya, Kusumo melanjutkan, Blibli.com sudah melakukan rekrutmen ke daerah-daerah dan membuat perlombaan agar produsen lokal berkompetisi.
"Jadi kami banyak sekali melakukan rekrutmen, banyak ke daerah untuk mengajarkan bagaimana UKM bisa online. Kami sampai membuat perlombaan, dan mengajak produsen lokal agar bisa berkompetisi," pungkas dia.
Lalu kedua, permasalahan yang dihadapi UKM adalah mengenai pengemasan barang (packaging). UKM sering kali menilai pengemasan bukan menjadi hal utama. Bahkan, terkadang dinilai buang-uang ongkos. Padahal hal tersebut menjadi daya tarik utama.
Kusumo menyebutkan, ada beberapa permasalahan yang membuat produk usaha kecil mikro (UKM) sulit dipasarkan. Pertama, UKM terkendala permodalan dan bahan baku. Butuh permodalan yang cukup besar untuk menjaga konsistensi produk jika terjual dalam jumlah yang besar.
"Karena mereka (UKM) dari rumah. Kalau 100 persenan masih oke, kalau sudah 1.000 ini yang sulit. Mau nambah karyawan itu bingung bayarnya," ungkap dia.
"Dari 2,5 juta (produk), produsen lokal itu hanya 50-100 ribu. Masih kecil," kata Kusumo di Hotel Borobudur, Jakarta, Jumat, 2 Februari 2018.
Chief Executive Officer (CEO) Blibli.com Kusumo Martanto mengakui mayoritas produk yang dijual layanannya merupakan barang-barang impor. Produk dalam negeri yang dijual dilaman tersebut masih sedikit.
Dari 2,5 juta macam produk yang dijual, hanya sekitar 50 sampai 100 ribu produk yang berasal dari produsen lokal. Selebihnya merupakan produk luar negeri.