Misteri Kelangkaan Dispenser BBM Premium | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Ternyata, secara berkala, Premium memang akan hilang dari peredaran. Sebab, pemerintah memiliki pemetaan untuk menyediakan BBM yang sesuai dengan standar Euro IV.
"Premium ini tidak memenuhi standar Euro IV," kata Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmadja Puja, di Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Misteri kelangkaan dispenser berisikan bahan bakar minyak (BBM) Premium di sejumlah stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di berbagai daerah terjawab sudah.
Menurut dia, kehadiran BBM dengan kadar oktan lebih tinggi, seperti Pertalite dan Pertamax, sebetulnya untuk memberikan alternatif bagi masyarakat.
Selain itu, masyarakat akan lebih untung apabila mengonsumsi BBM selain Premium karena Pertalite dan Pertamax lebih bersih.
"Apalagi semuanya sudah tidak ada subsidi," ucap Wiratmadja.
Kendati demikian, Wiratmadja mengingatkan kepada badan penyalur BBM, terutama PT Pertamina (Persero), untuk tidak secara sengaja melakukan pembatasan konsumsi Premium, misalnya dengan mengurangi kuota atau selang bensin (nozzle).
"Premium pelan-pelan akan hilang, tetapi secara natural, bukan dipaksa," kata Wiratmadja.
ESDM: SPBU Harus Tetap Sediakan Premium untuk Masyarakat | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
"Pertamina tidak boleh menarik premium, mengurangi Premium," kata dia di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Menurut dia, jika masyarakat beralih dari Premium ke jenis BBM dengan kualitas yang lebih baik merupakan hal yang natural, tetapi jika masyarakat dipaksa meninggalkan Premium dengan meniadakan Premium tidak diperbolehkan. Sebab itu Premium harus tetap ada di SPBU.
Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) melarang Stasiun Bahan Bakar Umum (SPBU) meniadakan penjualan Premium, meski konsumsi Premium di masyarakat turun.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM I Gusti Nyoman Wiratmaja mengatakan, pemerintah tidak pernah menugaskan PT Pertamina (Persero) mengurangi dan meniadakan penyaluran Premium ke masyarakat melalui SPBU.
Wiratmaja pun menyambut baik atas kesadaran masyarakat yang mulai meninggalkan Premium beralih ke BBM dengan kualitas lebih baik seperti Pertalite dan Pertamax.
"Pertalite, Pertamax, turbo, ini kan alternatif. Kalau bisa lebih banyak laku dari pada Premium kan bagus. Karena ini kan lebih clean. Lebih Bersih. Semuanya kan sudah tidak ada subsidi," tutur dia
"Kalau memang masyarakat menggunakan Pertalite kan bagus. Tapi bukan dipaksa Premium enggak ada di satu SPBU, terus jadi terpasang beli Pertalite itu yang enggak boleh. Saat ini Premium harus ada di SPBU," tegas dia.
Sebelumnya, Ketua DPD III Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Wilayah Jabar DKI dan Banten Juan Tarigan mengatakan, jika masyarakat menemukan ada SPBU yang tidak menjual Premium, hal tersebut bukan karena pengurangan pasokan atau peniadaan Premium dari Pertamina
"Pengurangan nggak ada apa lagi penghilangan Premium," kata Juan
Juan melanjutkan, selain memenuhi kebutuhan masyarkat, pengusaha memilih menjual BBM non subsidi karena pertimbangan keuntungan yang lebih besar hampir dua kali lipat.
Menurut Juan, hal tersebut tidak melanggar aturan dan diperbolehkan PT Pertmina.
"Sehingga mengambil sikap menghilangkan Premium sisi margin besar hampir dua kali lipat sekarang Rp 300-an per liter, kalau tidak jual premium dan solar itu Rp 500 dasar. Itu semata-mata bisnis," tutup dia.
Juan mengungkapkan, hal tersebut karena pengusaha melihat konsumsi Premium menurun, seiring masyarakat yang banyak beralih menggunakan BBM non subsidi seperti Pertalite dan Pertamax. Karena itu, pengusaha menjual BBM sesuai kebutuhan masyarat.
"Semata binis, saat ini teman SPBU lihat prilaku konsumen lebih cenderung non ppremium, lihat tren penjuln menurun," tutur Juan.
Pengurangan Premium untuk Persiapan Indonesia Menuju BBM Euro 4 | PT Rifan Financindo Berjangka Pusat
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi, Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja mengatakan, PT Pertamina (Persero) tidak boleh dengan sengaja mengurangi premium. Penurunan konsumsi premium di masyarakat harus terjadi natural dan tidak dipaksakan.
"Roadmap itu untuk Euro 4. Jadi premium ini kan tidak memenuhi Euro 4. Nah pelan-pelan kita akan mulai dihilangkan. Tetapi secara natural bukan dipaksa," kata Wirat di Kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Selasa (6/9/2016).
Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan pengurangan premium dilakukan dalam rangka Indonesia menuju penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) kategori Euro 4.
Ia menambahkan, apabila ada di lapangan seperti SPBU-SPBU Pertamina mengurangi jumlah nozzle premium, itu adalah bentuk strategi pasar yang dilakukan perseroan.
"Itu mungkin strategic di lapangan saja. Bilang lah di satu SPBU ada tiga lorong, satunya solar dan dua premium, tapi karena ada pertalite, jadi satunya dipakai buat pertalite," ucap Wirat.
Guru besar ITB ini menambahkan yang terpenting Pertamina harus menjual premium sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan. "Outlet memang berkurang tapi kuotanya tetap dan tidak boleh berkurang," pungkas Wirat.
Wirat menjelaskan, pemerintah tidak pernah menyuruh Pertamina untuk mengurangi premium dipasaran. Namun, pemerintah mengakui kalau konsumsi BBM seperti Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo lebih tinggi adalah suatu kemajuan yang bagus.
"Pemerintah kita tidak boleh mengurangi premium di SPBU. Pertalite, Pertamax, Turbo, ini kan alternatif. Kalau bisa lebih banyak laku daripada Premium kan bagus. Karena ini kan lebih clean. Lebih bersih," jelas Wirat.