Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo heran ketika ada permintaan pencabutan surat edaran yang baru saja diterbitkan terkait pembayaran tunjangan hari raya | PT Rifan Financindo Berjangka
Sebelumnya, Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) mengkritik surat edaran yang diterbitkan Tjahjo. Menurut mereka, kepala daerah yang menjalankan surat edaran tersebut justu akan menjadi target operasi KPK. Hal itu dapat terjadi lantaran menganggap anggaran THR dan gaji ketiga belas dari APBD 2018 tergolong ilegal.
"Ketika kepala daerah mengikuti surat perintah Menteri Dalam Negeri tersebut maka kepala daerah menjadi target makanan empuk aparat hukum seperti KPK," tutur Koordinator Alaska Adri Zulpianto melalui siaran pers Selasa (5/6).
Selain itu, Tjahjo juga menerbitkan surat edaran bernomor 903/3387/SJ. Isinya sama. Hanya saja, surat edaran itu ditujukan kepada bupati dan wali kota.
Dalam kedua surat itu dijelaskan bahwa surat edaran diterbitkan sebagai tindak lanjut dari peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2018 tentang Pemberian Gaji, Pensiun atau Tunjangan Ketiga Belas kepada PNS, TNI, Anggota Kepolisian, Pejabat Negara, dan Penerima Pensiun atau Tunjangan.
Kedua surat edaran merinci jumlah besaran THR dan gaji ketiga belas yang mesti diberikan. Dalam surat itu termaktub bahwa THR dan gaji ketiga belas meliputi gaji pokok atau uang representai, tunjangan keluarga serta tunjangan jabatan.
Tjahjo memerintahkan pemerintah daerah agar menyediakan anggaran dengan cara melakukan penggeseran anggaran dananya bersumber dari Belanja Tak Terduga, penjadwalan ulang kegiatan, dan/atau menggunakan kas yang tersedia.
Maka dalam peraturan perundang-undangan dimungkinkan untuk melakukan perubahan penjabaran APBD mendahului perubahan Perda tentang APBD," ucapnya.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menerbitkan Surat Edaran bernomor 903/3386/SJ tertanggal 30 Mei 201 dan ditujukkan kepada gubernur. Surat itu berisi tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya dan Gaji Ketiga Belas yang bersumber dari APBD.
Tjahjo memerintahkan kepada gubernur untuk membayarkan THR Idulfitri kepada PNS dan anggota DPRD pada minggu pertama Juni 2018. Kemudian, pembayaran gaji ketiga belas mesti dilakukan pada minggu pertama Juli 2018.
"[Kemendagri] Merasa perlu memberikan petunjuk bagaimana mengimplementasikan kedua PP tersebut," ucapnya.
Selanjutnya, Tjahjo mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan menghasilkan kesepakatan, yakni perlu ada surat edaran dari Mendagri. Tjahjo mengatakan surat edaran dengan isi serupa juga diterbitkan pada tahun-tahun sebelumnya.
Tjaho menegaskan bahwa pembayaran THR dan gaji ketiga belas kepada PNS dan anggota DPRD dari APBD merupakan suatu kewajiban atau mendesak. Menurutnya, hal itu masuk dalam kategori belanja mengikat yang harus dianggarkan dengan jumlah yang sesuai. Penganggaran itu pun tidak harus menunggu perubahan APBD.
Tjahjo lalu menjelaskan bahwa surat edaran diterbitkan lantaran banyak pemerintah daerah yang salah menafsirkan Peraturan Pemerintah No. 18 tahun 2018 dan PP No. 19 tahun 2019. Diketahui, surat edaran yang diterbitkan Tjahjo merupakan tindak lanjut pelaksanaan dari PP tersebut.
Menurutnya, banyak kepala daerah yang justru ingin menganggarkan THR dan gaji ketiga belas lebih dari yang seharusnya. Kemendagri, kata Tjahjo, lantas mengeluarkan surat edaran agar kepala daerah tidak salah menafsirkan. Bagi Tjahjo, itu merupakan kewajiban Kemendagri yang memiliki kewajiban melakukan pembinaan kepada kepala daerah.
Di sisi yang lain, Tjahjo pun mengklaim telah membahas hal tersebut dalam rapat koordinasi pada 24 Mei lalu di Jakarta.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo heran ketika ada permintaan pencabutan surat edaran yang baru saja diterbitkan terkait pembayaran tunjangan hari raya (THR) dan gaji ketiga belas dari APBD. Menurutnya, sudah banyak pemerintah daerah yang tidak keberatan mengalokasikan sebagian APBD untuk hal tersebut.
Sebelumnya, Tjahjo mengeluarkan surat edaran berisi tentang pembayaran THR Idulfitri tahun ini dan gaji ketiga belas PNS serta anggota DPRD bersumber dari APBD.
"[Pemerintah] Daerah banyak yang siap, yang sudah menganggarkan, kok disuruh dicabut?" tutur Tjahjo kepada wartawan melalui pesan singkat, Selasa (5/6).
THR Dan APBN Yang Ugal-ugalan | PT Rifan Financindo Berjangka
Bukti kedua bahwa APBN dikelola dengan ugal-ugalan adalah, para kepala daerah (bupati/walikota) ternyata kebingungan. Pasalnya, Sri mengatakan pemberian THR dan gaji ke-13 di daerah menjadi tanggungjawab APBD. Yang jadi persoalan, para kepala daerah tadi tidak tahu ada ketentuan tersebut. Bukan itu saja, mereka malah menyatakan tidak tahu harus mencomot dari pos mana di APBD.
Sebagai Menkeu, tentu saja, Sri mengklaim semuanya sudah diurus rapi-jali sejak awal. Menurut dia, penganggaran THR dan gaji ketiga belas tahun ini sudah masuk dalam Dana Alokasi Umum (DAU) di APBN 2018. Artinya, Pemerintah sudah membahas dengan DPR.
Selain untuk para pegawai sipil, militer, dan Polri, PP tersebut menyebut pejabat negara lainnya seperti Presiden, Wakil Presiden, anggota MPR dan DPR juga dapat THR. Rinciannya, anggaran THR gaji sebesar Rp 5,24 triliun, THR untuk tunjangan kinerja Rp 5,79 triliun, THR untuk pensiunan Rp 6,85 triliun, gaji ke-13 sebesar Rp 5,79 triliun, dan pensiunan ke-13 senilai Rp 6,85 triliun.
Beberapa bukti itu antara lain, pertama, Presiden Jokowi mengaku tidak tahu-menahu tentang THR dan gaji ke-13 tersebut. Untuk perkara ini memang bisa disebut aneh bin ajaib. Kok bisa Presiden tidak tahu ada alokasi duit hingga Rp35,8 triliun yang diklaim Sri sudah dianggarkan di APBN.
Keanehan berikutnya, kalau pun Jokowi tidak tahu-menahu, kok Presiden sudah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) tentang pemberian THR dan gaji ke-13 untuk para pensiunan penerima tunjangan, seluruh PNS, prajurit TNI, dan Anggota Polri, pada 23 Mei 2018 silam?
THR Ditanggung Daerah, Tri Rismaharini: Mosok Nggawe APBD? | PT Rifan Financindo Berjangka
Waktu pembayaran THR dan gaji ke-13 oleh pemerintah daerah dan pemerintah kota itu dapat menyelaraskan dengan pemerintah pusat. "Dalam hal ini ditanggung APBD setempat, diatur dalam peraturan pemerintah dan peraturan menteri keuangan," ucapnya.
Penyaluran THR dan gaji ke-13 akan dilakukan sebelum tahun ajaran baru dimulai. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan bakal mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan untuk mengatur proses pembayaran oleh satuan kerja pada kantor perbendaharaan mulai akhir Mei sampai awal Juni. "Dengan demikian, seluruh PNS, TNI, Polri, pensiunan mendapat THR sebelum hari raya Idul Fitri. Jadi mulai pembayaran akhir bulan ini sampai awal Juni," tuturnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengumumkan akan memberikan THR dan gaji ke-13 kepada PNS. Pendapatan tambahan ini diperuntukkan bagi para pegawai negeri, tentara, dan polisi. "Hari ini saya telah menandatangani peraturan pemerintah yang menetapkan pemberian THR dan gaji ke-13 untuk para pensiunan, penerima tunjangan, PNS, prajurit TNI (Tentara Nasional Indonesia), dan anggota Polri (Kepolisian RI)," kata dia di Istana Negara, Rabu lalu.
Risma melanjutkan, pemberian THR bagi pegawai negeri sipil (PNS) tidak pernah dilakukan sebelumnya. "Ya, enggak, lah. Enggak wajib. Baru tahun ini. Tahun kemarin-kemarin enggak ada. Enggak ada, baru tahun ini," ucapnya.
Risma mengatakan pembayaran THR berpotensi membebani APBD Kota Pahlawan. "Kalau besar kan membebani. Berat, ya. Mosok nggawe (masa menggunakan) APBD?" tuturnya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini belum dapat menindaklanjuti pembayaran tunjangan hari raya atau THR menggunakan Anggaran Pengelolaan dan Belanja Daerah (APBD). Menurutnya, Pemerintah Kota Surabaya harus mendiskusikannya dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Surabaya sebelum menjalankannya.
"Yo, piye aku harus bicara sama DPRD, rek. Enggak bisa aku putuskan sendiri," ujar Risma saat jumpa pers di Balai Kota Surabaya, Senin sore, 4 Juni 2018.