Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen paling banyak disumbang oleh industri pengolahan | PT Rifan Financindo Berjangka
"Juga dari industri tekstil dan pakaian jadi, didukung peningkatan produksi jelang Hari Raya Idul Fitri dan peningkatan permintaan domestik dan internasional dari industri kulit, barang dari kulit dan alas kaki," tutur Suhariyanto. Untuk usaha konstruksi, menyumbang 0,72 persen dalam pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018; lalu 0,66 persen dari usaha perdagangan; 0,44 persen dari informasi dan komunikasi; serta 2,27 persen dari jenis usaha lainnya. Adapun dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dari tahun ke tahun dicapai oleh lapangan usaha informasi dan komunikasi sebesar 8,69 persen dibanding periode yang sama tahun 2017.
"Industri pengolahan meningkat jadi 4,5 persen per kuartal I 2018, tumbuh dibanding tahun lalu sebesar 4,28 persen," kata Kepala BPS Suhariyanto melalui konferensi pers di kantornya, Senin (7/5/2018). Dari struktur PDB, industri pengolahan memang memiliki share paling besar yaitu 20,27 persen. Disusul dengan share dari pertanian 13,26 persen yang tumbuh 3,14 persen dan share dari perdagangan 13,12 persen yang tumbuh 4,96 persen. Suhariyanto menjelaskan, faktor yang membuat peningkatan pada industri pengolahan di antaranya industri mesin dan perlengkapan yang tumbuh signifikan dibanding kinerja bisnis mesin konstruksi dan pertambangan dan peningkatan pada industri makanan dan minuman yang didorong oleh tumbuhnya produksi crude palm oil (CPO).
Badan Pusat Statistik ( BPS) mencatat pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) atau pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 sebesar 5,06 persen paling banyak disumbang oleh industri pengolahan, dengan kontribusi 0,97 persen. Selain industri pengolahan, juga didorong oleh sektor usaha konstruksi, perdagangan, informasi dan komunikasi, serta jasa lainnya.
Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,06% di Kuartal I 2018 | PT Rifan Financindo Berjangka
Realisasi belanja pemerintah juga mengalami peningkatan selama kuartal I/2018 yaitu sebesar 18,87% dari pagu APBN 2018. Kenaikan ini berasal dari kenaikan realisasi belanja pemerintah pusat seperti belanja pegawai, belanja barang, subsidi, dan bantuan sosial.
"Jadi ada kenaikan disana makanya realisasinya lebih bagus," ucapnya.
Masih menurut Kecuk, nilai ekspor Indonesia pada periode ini mengalami kenaikan jika dibanding kuartal I/2017 sebesar 8,78%. Sayangnya, kenaikan ekspor ini jauh lebih rendah dibanding kenaikan impor pada periode tersebut yang naik sebesar 20,12%.
Realisasi penanaman modal juga mengalami kenaikan signifikan yaitu sebesar 11,8%, penjualan mobil dan motor juga mengalami kenaikan, serta produksi semen pada periode tersebut yang juga mengalami peningkatan.
Sementara untuk komoditas nonmigas yang mengalami peningkatan adalah komoditas makanan dan hasil pertanian, seperti beras, gandum, daging sapi, dan kapas. Selain itu, aluminium, timah, seng, dan tembaga.
Selanjutnya, kondisi perekonomian global pada periode ini juga mengalami peningkatan meskipun peningkatannya sedikit lebih rendah dari kuartal IV/2017. Misal, ekonomi China yang sebesar 6,8%, Amerika Serikat (AS) yang sebesar 2,9%, dan Singapura yang menguat menjadi 4,3%.
Selama periode ini, lanjut Kecuk, inflasi juga cukup terkendali yaitu sebesar 0,99% qtq dan 3,40% secara yoy. Dia pun berharap inflasi nasional dapat terus terkendali hingga akhir tahun.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2018 ini secara kuartal (quartal to quartal/qtq) mencapai -0,42%. "Secara qtq, pertumbuhan ekonominya adalah -0,42% atau mengalami kontraksi di kuartal IV. Karena pada kuartal I/2017 dan kuartal I/2016 juga mengalami kontraksi yaitu -0,30% di 2017 dan -0,36% di 2016," imbuh dia.
Pria yang akrab disapa Kecuk ini menyampaikan, beberapa catatan peristiwa yang memengaruhi realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia, antara lain harga komoditas di pasar internasional, baik untuk migas dan non migas yang mengalami peningkatan baik secara qtq dan yoy.
"Misal harga minyak mentah di pasar internasional pada kuartal I/2017 masih sebesar USD52 per barel, sekarang sudah naik 24,34% menjadi USD64,70 per barel," tuturnya.
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2018 sebesar 5,06% (year on year/yoy). Realisasi ini lebih tinggi dibanding periode sama pada 2017 yang sebesar 5,01%.
Kepala BPS Suhariyanto menyebutkan, realisasi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2018 ini juga lebih tinggi dibanding periode sama tahun 2016 dan tahun 2015 yang masing-masing sebesar 4,94% dan 4,83%.
"Jadi angkanya sangat menjanjikan. Dan kita berharap pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi lagi di kuartal berikutnya karena ada momen yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi, antara lain ada Ramadan, Lebaran, pilkada, Asian Games, dan sebagainya. Jadi pertumbuhan ekonomi ini lumayan bagus," katanya di Gedung BPS, Jakarta, Senin (7/5/2018).
Ekonomi Indonesia Tumbuh 5,06% pada Kuartal I-2018 | PT Rifan Financindo Berjangka
Sementara, kinerja ekspor pun dinilai masih melandai karena sepanjang Januari-Februari tercatat defisit neraca perdagangan. Sementara surplus yang terjadi pada Maret lebih diakibatkan perlambatan impor yang tumbuh 2,13% (mtm).
"Kinerja ekspor minyak kelapa sawit Januari-Matet anjlok -17,34% dibanding posisi yang sama tahun sebelumnya. Minyak sawit yang cukup dominan atau porsinya 12,8% dari total ekspor non migas terkena dampak kenaikan bea masuk dari India," jelasnya.
Porsi konsumsi rumah tangga yang dominan sebesar 56% terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) diperkirakan tumbuh stagnan 4,9-5% sehingga menjadi indikasi awal ekonomi masih belum berada di tahap ekspansi," tuturnya.
Dari sisi investasi, lanjutnya, juga masih belum ada kenaikan yang signifikan. Menurutnya, ini memang faktor musiman awal tahun di mana realisasi investasi kecil dan baru akan terlihat adanya kenaikan di semester II. Pertumbuhan investasi diprediksikan Bhima berada di 7% dengan porsi investasi diperkirakan sebesar 31% dari PDB.
Motor pendorong kuartal I berasal dari belanja pemerintah yang realisasinya lebih baik dari tahun lalu," ucapnya.
Dia menjelaskan, faktor lain yang mempengaruhi yakni konsumsi rumah tangga yang sedikit terkontraksi, ditunjukkan oleh data indeks penjualan riil yang melambat khususnya pembelian durable goods atau barang tahan lama.
Di mana penjualan kendaraan khususnya roda empat pada Januari-Maret tumbuh 2,8% (yoy), lebih rendah dari periode yang sama tahun sebelumnya. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor (Gaikindo) penjualan kendaraan pribadi turun -2,3%.
Sebelumnya, Ekonom Institute For Economic and Development Finance (Indef) Bhima Yudhistira memprediksi, pertumbuhan ekonomi mencapai 5,07% secara year on year (yoy).
"Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 diprediksi sebesar 5,07% (yoy)," ujarnya kepada Okezone.
Dia menyatakan, pada kuartal I motor penggerak dari pertumbuhan ekonomi adalah belanja pemerintah. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat hingga 31 Maret 2018 realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp233,95 triliun, lebih tinggi dari periode sama tahun lalu yang sebesar Rp204,84 triliun.
adan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia kuartal I 2018 sebesar 5,06%. Posisi ini lebih tinggi dibandingkan laju ekonomi pada periode yang sama tahun lalu 5,01%, juga lebih tinggi dari kuartal I 2016 yang sebesar 4,84%.
"Pertumbuhan ekonomi kuartal I 2018 5,06% lebih tinggi dibanding 2017. Pertumbuhan ini lebih bagus dari tahun-tahun sebelumnya," ujar Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (7/5/2018).