BI) mencatat utang luar negeri pemerintah sebesar US$ 177,9 miliar | PT Rifan Financindo Berjangka
Dengan perkembangan tersebut, secara keseluruhan, utang luar negeri Indonesia sebesar US$ 356,2 miliar atau sekitar Rp 4.905 triliun, tumbuh 9,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Januari 2018 yang sebesar 10,4% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan Februari 2017 yang sebesar 3,73% (yoy).
BI menilai utang luar negeri Indonesia tetap terkendali dengan struktur yang sehat. Hal itu tercermin antara lain dari rasio utang luar negeri Indonesia yang tercatat stabil di kisaran 34% terhadap PDB. Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers.
Struktur utang luar negeri juga dinilai baik lantaran 85,5% di antaranya merupakan berjangka panjang. “Bank Indonesia berkoordinasi dengan Pemerintah terus memantau perkembangan utang luar negeri dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan peran utang luar negeri dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian,” demikian tertulis dalam siaran pers BI.
Dalam Konferensi Pers APBN Kita pada Senin (16/4), Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan komitmennya untuk menjaga utang secara sangat hati-hati. "Tidak ugal-ugalan," kata dia. Komitmen tersebut tercermin dari realisasi pembiayaan yang sebesar Rp 148,2 triliun pada triwulan I 2018, atau turun 21% (yoy).
Di sisi lain, BI melansir utang luar negeri bank sentral per Februari 2018 sebesar US$ 3,5 miliar atau sekitar Rp 48 triliun, turun 9,7% (yoy). Penurunannya lebih kecil dibandingkan Januari 2018 yang sebesar 20,4% (yoy) dan Februari 2017 yang sebesar 22,7% (yoy).
Sementara itu, utang luar negeri swasta tercatat sebesar US$ 174,8 miliar atau Rp 2.407 triliun, naik 5,1% (yoy). Pertumbuhannya lebih rendah dari Januari 2018 yang sebesar 6,7% (yoy), namun masih lebih tinggi dibandingkan Februari 2017 yaitu negatif 2,1% (yoy).
Namun, bila dilihat secara tahunan (year on year/yoy), utang luar negeri pemerintah per Februari 2018 tercatat naik 12,4%. Pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan Januari 2018 yang sebesar 14,6%, namun lebih tinggi dibandingkan Februari 2017 yang sebesar 11,2%.
Adapun tahun ini, pemerintah merencanakan pembiayaan dari penerbitan SBN dan pinjaman (domestik dan luar negeri) sebesar Rp 399,2 triliun, utamanya untuk menutup defisit anggaran yang sebesar Rp 325,9 triliun atau 2,19% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
Bank Indonesia (BI) mencatat utang luar negeri pemerintah sebesar US$ 177,9 miliar atau setara Rp 2.444 triliun pada Februari 2018, turun US$ 2,4 miliar atau sekitar Rp 33 triliun dari bulan sebelumnya. Penurunan tersebut seiring dengan arus keluar dana asing dari Surat Berharga Negara (SBN).
Secara rinci, utang luar negeri berupa SBN yang dimiliki non-residen tercatat sebesar US$ 121,5 miliar dan pinjaman kepada kreditur asing US$ 56,3 miliar. Sebelumnya, pada Januari 2018, SBN yang dimiliki non-residen sebesar US$ 124,6 miliar.
Utang Luar Negeri Naik 9,5 Persen jadi Rp4.700 T per Februari | PT Rifan Financindo Berjangka
Kendati demikian, pertumbuhan utang luar negeri melambat dibanding bulan sebelumnya sebesar 10,4 persen secara tahunan. Perlambatan pertumbuhan utang terjadi baik di utang swasta maupun utang pemerintah.
Alasannya, sebagian besar berasal dari penurunan kepemilikan asing pada SBN domestik yang mencapai US$3 miliar dalam sebulan terakhir.
"Pemanfaatan utang luar negeri pemerintah diprioritaskan untuk kegiatan yang sifatnya produktif dan invetasi dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi," ujar laporan itu dikutip Selasa (17/4).
Jika ditilik dari sumbernya, asal utang pemerintah yang paling utama adalah Surat Berharga Negara (SBN) yakni US$121,55 miliar atau 67,01 persen dari total utang pemerintah. SBN terbagi atas kepemilikan domestik sebesar US$61,33 miliar dan asing sebanyak US$59,66 miliar.
Dari sisi utang luar negeri swasta, korporasi bukan bank paling banyak mendapat pinjaman luar negeri dengan total U$133,57 miliar atau 76,39 persen dari total utang swasta. Sementara aliran pinjaman luar negeri yang masuk ke lembaga keuangan tercatat US$41,26 miliar.
Dengan demikian, jasa keuangan menjadi sektor terbesar yang mendapatkan manfaat dari utang luar negeri. Kemudian, posisi itu disusul industri manufaktur sebesar US$36,36 miliar, pengadaan listrik gas dan uap sebesar US$24,84 miliar, serta pertambangan dan penggalian dengan nilai US$23,81 miliar.
Bank Indonesia mencatat total utang luar negeri Indonesia berada di posisi US$356,23 miliar per Februari 2018. Angka ini naik 9,46 persen dibanding posisi sama tahun sebelumnya, yakni US$325,42 miliar.
Dengan menggunakan asumsi kurs Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp13.400, maka utang luar negeri itu setara dengan Rp4.773,55 triliun.
Berdasarkan statistik utang luar negeri yang disusun BI, utang ini terbagi atas dua jenis yakni, utang pemerintah dan utang swasta. Utang pemerintah tercatat naik 11,9 persen menjadi US$181,39 miliar, sedangkan utang swasta berada pada posisi US$174,83 miliar atau naik 7,05 persen secara tahunan.
Naik Lagi 9,5 Persen, Utang Luar Negeri Indonesia Capai 356,2 Miliar Dollar AS Februari 2018 | PT Rifan Financindo Berjangka
Sementara utang swasta juga tumbuh melambat karena pinjaman sektor keuangan swasta yang tercatat hanya naik 5,1 persen (yoy), atau lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya sebesar 6,7 persen (yoy). Sementara itu, pertumbuhan utang luar negeri sektor industri pengolahan, sektor LGA, dan sektor pertambangan meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya.
Adapun rasio utang luar negeri Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada akhir Februari 2018 masih stabil di kisaran 34 persen.
Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara peers atau negara dengan kapasitas ekonomi setara. Berdasarkan jangka waktu, struktur utang luar negeri Indonesia pada akhir Februari 2018 tetap didominasi utang luar negeri berjangka panjang yang memiliki pangsa 85,5 persen dari total utang luar negeri.
"BI dan pemerintah terus memantau perkembangan utang luar negeri dari waktu ke waktu untuk mengoptimalkan peran utang luar negeri dalam mendukung pembiayaan pembangunan, tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," kata Bank Sentral.
Sementara itu, menurut Bank Sentral, biaya utang luar negeri pemerintah semakin rendah karena meningkatnya kepercayaan investor terhadap Indonesia. Kredibilitas Indonesia menanjak karena membaiknya fundamental perekonomian dan peringkat utang Indonesia.
Baru-baru ini, lembaga pemeringkat Moody`s Service menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi Baa2 dari Baa3 dengan prospek stabil, atau satu tingkat di atas level layak investasi (investment grade).
"Pemanfaatan utang oleh pemerintah diprioritaskan untuk kegiatan yang sifatnya produktif dan merupakan investasi dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi, termasuk memperkuat kemampuan membayar utang luar negeri tersebut," menurut pernyataan BI.
Terkait utang pemerintah, BI menyebutkan pengelolaan pinjaman masih sejalan dengan kebijakan fiskal untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui belanja produktif dan investasi.
Hingga akhir Februari 2018, utang luar negeri pemerintah tercatat sebesar 177,9 miliar dolar AS terdiri dari Surat Berharga Negara atau SBN (SUN dan SBSN/Sukuk Negara), yang dimiliki investor asing sebesar 121,5 miliar dolar AS.
"Dan juga pinjaman kreditur asing sebesar 56,3 miliar dolar AS," menurut statistik Utang Luar Negeri (SULNI) yang dirilis BI.
Lebih lanjut, Bank Sentral mencatat, jumlah utang pemerintah pada Februari 2018 menurun dibandingkan Januari 2018 karena investor asing yang melepas kepemilikan pada SBN domestik sebesar tiga miliar dolar AS.
Utang luar negeri swasta, pemerintah dan bank sentral naik 9,5 persen (tahun ke tahun/yoy) menjadi 356,2 miliar dolar AS pada Februari 2018, menurut pernyataan Bank Indonesia, Senin (16/4/2018), di Jakarta.
Komposisi utang tersebut terdiri utang pemerintah dan bank sentral sebesar 181,4 miliar dolar AS dan utang swasta sebesar 174,8 miliar dolar AS,
"Kenaikan utang di Februari 2018 ini, tumbuh melambat dibanding Januari yang terangkat 10,4 persen (yoy), karena utang publik (pemerintah dan bank sentral) serta utang swasta kompak tumbuh melambat," menurut BI dalam pernyataan resmi.