Harga minyak dunia relatif tak bergerak pada perdagangan Selasa | PT Rifan Financindo Berjangka
IEA merevisi proyeksi permintaan global naik sebesar 7,7 persen. Meski demikian, kenaikan produksi, khusunya di AS, bisa lebih besar dari kenaikan permintaan.
Pada pekan lalu, produksi minyak AS berhasil menyalip produk Arab Saudi sebagi produsen minyak kedua terbesar di dunia.
Badan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) pekan lalu menyatakan produksi minyak AS diramal bakal melampaui 11 juta barel per hari pada akhir 2018, setahun lebih awal dari proyeksi yang dibuat bulan lalu.
Analis menyatakan, efek musiman juga bisa berpengaruh pada harga. "Kekuatan penggerak di balik rentannya harga minyak pada beberapa minggu ke depan berasal dari puncak musim perawatan kilang AS," ujar Ahli Strategi Komodita RBC Capital Markets Michael Tran dalam catatan risetnya.
"Banyak orang yang berdoa bahwa jatuhnya harga minyak pekan lalu merupakan suatu anomali. Ketika pasar modal kembali pulih, pasar minyak mentah akan ikut pulih. Sejauh ini terlihat sedikit menyeramkan tetapi WTI belum akan jatuh," ujar Kepala Analis Teknis United-ICAP Walter Zimmerman.
Menurut Zimmerman, volume kontrak harus turun lebih banyak untuk memasuki pasar yang mengarah ke penurunan harga.
Badan Energi Internasional (IEA) yang berbasis di Paris menyatakan pasokan minyak global akan melampaui permintaan tahun ini. Hal ini menimbulkan ketakutan bahwa upaya untuk mengurangi persediaan tidak akan mencapai ekspektasi.
"Kita telah berada di bawah tekanan. Ini semua telah menjadi fungsi dalam laporan IEA," ujar Yawger.
"Kita telah menjauh dari penurunan harga minyak mentah hari ini, dan Anda dapat dengan mudah melihat bahwa ini merupakan fungsi pelemahan dolar," ujar Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger.
Sejak pasar modal mulai turun tajam di awal bulan ini, kenaikan harga minyak sejak awal tahun telah terhapus.
Harga minyak dunia relatif tak bergerak pada perdagangan Selasa (13/2), waktu Amerika Serikat (AS). Sempat tergelincir di awal sesi perdagangan, harga minyak kembali menanjak setelah kurs dolar jatuh ke level terendah mingguan.
Harga minyak mentah berjangka Brent sempat menyentuh level terendah dalam dua bulan terakhir namun padapukul 14:02 EST, Brent kembali naik US$0,11 menjadi US$62,7 per barel. Sementara, harga minyak mentah AS West Texas Intermediate (WTI) sedikit tergelincir US$0,09 ke level US$59,2 per barel.
Dilansir dari Reuters Rabu (14/2), pelemahan kurs dolar hingga ke level terendah mingguan membuat investor tertarik membeli minyak mentah karena harganya menjadi relatif lebih murah di mata investor yang memegang mata uang lain.
Harga Minyak Dunia Bervariasi Terpengaruh Data Pasokan | PT Rifan Financindo Berjangka
Pertumbuhan permintaan minyak global untuk tahun ini telah meningkat sedikit menjadi 1,4 juta barel per hari (bph). Sebagian karena perkiraan optimis produk domestik bruto (PDB) dari IMF, kata IEA.
Di sisi penawaran, faktor utamanya adalah produksi minyak AS. Semua indikator menunjukkan berlanjutnya pertumbuhan cepat di AS, meningkatnya harga menyebabkan pengeboran lebih banyak, lebih banyak produksi, dan lebih banyak lindung nilai.
Namun demikian, OPEC mengatakan pada Senin (12/2) bahwa permintaan minyak dunia akan tumbuh lebih cepat dari yang diperkirakan pada 2018. Hal ini karena karena ekonomi dunia sehat yang menambah dukungan terhadap upaya-upaya kelompok produsen untuk mengatasi kelebihan pasokan dengan memangkas produksi mereka.
Sementara itu, harga patokan global, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman April, naik 0,13 dolar AS menjadi ditutup pada 62,72 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange.
Menurut sebuah laporan yang dikeluarkan oleh IEA pada Selasa (13/2), produksi meningkat dengan cepat di negara-negara non-OPEC (Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak), yang dipimpin oleh AS. Kemungkinan akan tumbuh lebih besar dari permintaan pada 2018.
Harga minyak dunia bervariasi pada akhir perdagangan Selasa (13/2). Kondisi ini terjadi karena Badan Energi Internasional (IEA) mengatakan pasokan minyak global akan melampaui permintaan tahun ini.
Harga patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Maret, turun tipis 0,10 dolar AS menjadi menetap di 59,19 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.
Harga minyak tertekan kenaikan cadangan AS | PT Rifan Financindo Berjangka
International Energy Agency yang berpusat di Paris menaikkan prediksi permintaan global sebesar 7,7%, tapi produksi global, terutama kenaikan dari AS masih menekan harga. "Para produsen minyak AS menikmati gelombang pertumbuhan yang sangat luar biasa sehingga mereka mengerek produksi minyak setara dengan pertumbuhan permintaan global," ungkap IEA.
EIA yang merupakan lembaga di pemerintahan AS memperkirakan, produksi minyak AS akan melewati angka 11 juta barel per hari pada akhir 2018, lebih cepat setahun ketimbang prediksi awal.
Tak hanya minyak mentah, API juga melaporkan kenaikan cadangan bensin yang lebih tinggi dari perkiraan. Pada periode yang sama terjadi kenaikan cadangan bensin mencapai 4.634 juta barel. Sebelumnya analis memperkirakan kenaikannya hanya akan berada pada level 1.229 juta barel saja.
Pergerakan harga minyak selanjutnya menanti rilis cadangan minyak versi pemerintah yang akan dirilis Energy of Information and Adminiatration (EIA) pada Rabu (14/2) malam.
"Banyak yang berharap penurunan harga minyak pada akhir pekan lalu hanya anomali dan pasar kembali pulih seiring kenaikan pasar saham," kata Walter Zommerman, chief technical analyst United-ICAP.
Seperti dikutip dari Oilprice.com, American Petroleum Institute (API) melaporkan persediaan minyak mentah naik menjadi 3,95 juta barel hingga 9 Februari lalu. Padahal sebelumnya analis memperkirakan kenaikan hanya akan mencapai 2,82 juta barel saja.
Harga minyak mentah eest texas intermediate (WTI) kembali berada tertekan. Harga minyak ini turun dalam dua hari terakhir. Rabu (14/2) pukul 7.17WIB, harga minyak WTI untuk pengiriman Maret 2018 di New York Mercantile Exchange turun 0,37% ketimbang penutupan hari sebelumnya ke US$ 58,97 per barel.
Harga minyak bergerak di bawah level US$ 60 per barel sejak Jumat lalu karena rekor produksi minyak AS. Tekanan makin berat menyusul laporan cadangan minyak komersial AS yang meningkat.