Produk Viostin DS dan Enzyplex tablet yang terindikasi mengandung DNA babi | PT Rifan Financindo Berjangka
Dia meminta Balai POM Kalteng menggandeng instansi terkait, seperti kepolisian, Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya, dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Palangkaraya untuk segera melakukan inspeksi mendadak ke toko obat, apotek, serta distributor. Tujuannya untuk memastikan kedua produk tersebut tak beredar lagi.
"Kami dari Komisi C DPRD Kota Palangkaraya yang membidangi kesehatan juga siap melaksanakan sidak tersebut," kata Mukarramah.
Terkait kelanjutan isu ini, Badan POM baru akan mengumumkan langkah ke masyarakat pada Senin (5/2) ini. "Nanti hari Senin, Ibu Kepala Badan akan menyampaikan konferensi pers jam 11," kata Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Badan POM Suratmono, Sabtu (3/2).
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Badan POM membenarkan agenda itu. Terkait pemeriksaan sampling produk obat dan makanan, termasuk Viostin DS dan Enzyplex, hal itu merupakan kegiatan rutin yang dilakukan Badan POM di seluruh Indonesia.
Petugas sudah turun ke sejumlah apotek yang ada di wilayah hukum Polres Aceh Utara untuk memberikan sosialisasi dan mencegah beredarnya dua jenis suplemen yang diduga mengandung DNA babi," kata Rezki.
Petugas dari Satuan Reserse Kriminal Polres Aceh Utara mulai turun ke sejumlah apotek yang ada di Kecamatan Lhoksukon sejak Kamis (1/2) sore dan berlanjut ke Kecamatan Tanah Jambo Aye keesokan harinya. Disebutkan, ketika mendatangi sejumlah apotek, petugas masih menemukan kedua produk yang belum ditarik oleh distributor.
Sekretaris Komisi C DPRD Kota Palangkaraya Mukarramah meminta Balai POM Kalimantan Tengah segera memantau langsung dan memastikan penarikan produk Viostin DS dan tablet Enzyplex yang positif mengandung babi.
Sebagai langkah antisipasi dan perlindungan konsumen, Badan POM menginstruksikan Balai Besar/Balai POM di seluruh Indonesia untuk terus memantau dan melakukan penarikan produk yang tidak memenuhi ketentuan, termasuk yang terdeteksi positif (+) mengandung DNA babi tetapi tidak mencantumkan peringatan “mengandung babi”.
Dari Lhoksukon, Aceh, Polres Aceh Utara mendatangi sejumlah apotek di pusat kota untuk mencegah peredaran Viostin DS dan Enzyplex. Hal itu disampaikan Kapolres Aceh Utara AKBP Ahmad Untung Surianata melalui Kasatreskrim Iptu Rezki Kholdiansyah.
Pekan lalu, Badan POM dalam siaran persnya membenarkan, sampel produk Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dengan nomor izin edar (NIE) POM SD.051523771 nomor bets BN C6K994H dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories dengan NIE DBL7214704016A1 nomor bets 16185101 mengandung DNA babi.
Badan POM kemudian menginstruksikan PT Pharos Indonesia dan PT Medifarma Laboratories menghentikan produksi dan/atau distribusi produk dengan nomor bets tersebut.
Sampai berita ini ditulis, Republika belum memperoleh konfirmasi dari PT Medifarma Laboratories selaku produsen tablet Enzyplex. Republika mencoba mengonfirmasi perihal penarikan produk tersebut dari pasaran.
Namun, dalam pernyataan resminya pekan lalu, PT Medifarma Laboratories memastikan tablet Enzyplex dengan nomor izin edar (NIE) dan nomor bets yang dimaksud Badan POM sudah tidak diproduksi sejak 2013. "Dan saat ini yang beredar hanyalah kemasan catch over," tulis manajemen PT Medifarma Laboratories.
Saat dikonfirmasi perihal jumlah produk yang sudah ditarik, Ida tidak bisa memastikan karena jumlah produk yang sudah ditarik berbeda setiap hari. Namun, dia mengatakan, PT Pharos Indonesia ingin proses penarikan segera selesai dan ini menjadi komitmen perusahaan.
Dalam kesempatan itu, Ida kembali mengatakan, bahan baku Viostin DS, yaitu chondroitin sulfat, berasal dari bahan baku sapi dan sama sekali tidak mengandung unsur babi. Namun, produk dengan nomor bets tertentu yang diperiksa Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) tercemar oleh DNA babi. "Soalnya beda antara mengandung dan tercemar," kata Ida.
"Pokoknya (penarikan produk Viostin DS) sampai habis karena banyak sekali produknya di pasar. Sampai sekarang masih terus masuk produk-produknya," kata Ida, Ahad (4/2).
Selama proses penarikan, dia menjelaskan, PT Pharos Indonesia berkoordinasi dengan distributor. Perseroan memberikan surat kepada distributor untuk menarik semua barang dari apotek dan toko obat yang tersebar di seluruh Indonesia.
Corporate Communications Director PT Pharos Indonesia selaku produsen Viostin DS, Ida Nurtika, mengatakan, proses penarikan diperkirakan memakan waktu selama enam bulan. Penarikan telah dilakukan perseroan sejak November 2017 lalu.
Produk Viostin DS dan Enzyplex tablet yang terindikasi mengandung DNA babi masih beredar di pasaran. Pihak produsen mengaku berupaya keras menarik semua produknya dari pasaran.
Kompensasi untuk Konsumen Viostin DS dan Enzyplex | PT Rifan Financindo Berjangka
Sebelumnya, Kepala Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) di Medan Yulius Sacramento Tarigan, memastikan, bahwasanya saat ini distributor obat di Sumut telah melakukan penarikan terhadap suplemen Viostin DS Enzyplex tablet dari peredarannya.
Hal ini, kata dia, dilakukan karena berdasarkan hasil pengawasan (post-market vigilance) melalui pengambilan contoh dan pengujian terhadap parameter DNA babi, ditemukan bahwa kedua produk tersebut terbukti positif mengandung DNA babi.
"Segera setelah dipastikan, distributor langsung melakukan penarikan. Informasi yang sudah kita dapat, peredarannya saat ini di Sumut sudah bersih. Begitupun kita akan tetap melakukan monitoring," ungkapnya.
Untuk itu, Sacramento meminta agar masyarakat tidak perlu panik dalam menyikapi kondisi yang berlangsung ini. Sebab, sebut dia, setiap produk yang bermasalah, BPOM memastikan sudah mengamankannya dari peredaran.
"Itupun kalau ada informasi, tetap akan kami terima dan ditindaklanjuti. Karena monitoring terus kita lakukan," tegasnya.
Selain itu, sambung Padian, juga harus ada pengawasan yang lebih ekstra dari pemerintah secara periodik terhadap pelaku usaha yang mendapat catatan kuning.
Selanjutnya untuk Pharos dan Medifarma Laboratories sendiri, tambahnya, bila ada unsur pidana berupa upaya penipuan dengan tidak mencantumkan informasi yang benar tentang kondisi produknya, maka sudah saatnya pemerintah harus berani untuk mempidanakan pelaku-pelaku usaha yang nakal.
"Tapi karena ini kasusnya nasional, maka kita secara jaringan di nasional tengah menghimpun pengaduan, untuk mengadvokasi korban-korbannya dari seluruh Indonesia," pungkasnya.
Kalau ada yang mengadu, kita pastikan konsumen maunya apa. Jika memang konsumen secara sukarela harus melalui upaya litigasi ataupun nonlitigasi melalui LPSK, maka kita siap mendampingi," jelasnya.
Tapi menurut Padian, hal yang lebih penting dalam kasus ini adalah untuk memberikan efek pencerahan. Oleh karena itu, sebut dia, pemerintah harus bisa hadir, dengan memberikan sanksi kepada pelaku usaha dalam hal ini PT Pharos dan PT Medifarma Laboratories.
"Jika perlu bukan hanya Viostin DS dan Enzyplex-nya saja. Melainkan, semua produk yang dikeluarkan kedua perusahaan itu harus diteliti ulang lagi. Bisa jadi ada produk-produk lain yang memang bukan mengandung DNA babi, tetapi ada zat-zat yang dilarang oleh undang-undang untuk dimasukkan dalam produk obatnya," paparnya.
Bahwa ditemukannya Viostin DS dan Enzyplex itu mengandung DNA babi, konsumen sangat dirugikan. Tentunya, dalam perspekstif konsumennya yang selama ini berlangganan harus mendapatkan kompensasi," ungkap Sekretaris LAPK Sumut Padian Adi Siregar, kepada MedanBisnis, Minggu (4/2).
Konkritnya, jelas Padian, konsumen yang selama ini mengalami kerugian dan keberatan terhadap konsumsinya yang selama ini dapat mengajukan keberatannya apakah ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), BPOM ataupun ke Dinas Kesehatan.
LAPK sendiri, tutur Padian, prinsipnya juga siap untuk mengadvokasi jika ada konsumen atau masyarakat yang keberatan.
Medan. Badan Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM) telah memastikan bahwasanya suplemen Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia dan Enzyplex tablet produksi PT Medifarma Laboratories positif mengandung DNA babi.
Karenanya, Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK) Sumut menilai, sudah sepatutnya setiap konsumen dari kedua produk tersebut yang merasa dirugikan harus diberikan kompensasi.
Kewenangan BPOM harus Diperluas | PT Rifan Financindo Berjangka
Sebelumnya dalam pernyataan resminya YLKI mendesak Badan POM untuk melakukan tindakan yang lebih luas dan komprehensif terkait kasus tersebut.
Satu di antaranya adalah melakukan audit komprehensif terhadap seluruh proses pembuatan dari semua merek obat yang diproduksi oleh kedua produsen farmasi dimaksud.
Hal yang rasional jika potensi merek obat yang lain dari kedua produsen itu juga terkontaminasi DNA babi.
Audit komprehensif sangat penting untuk memberikan jaminan perlindungan kepada konsumen, khususnya konsumen muslim.
Saat disinggung apakah dengan penguatan BPOM vonis hukuman kepada produsen obat nakal bisa lebih berat, Tulus mengatakan kalau hal tersebut masuk wilayah kewenangan hakim.
"Kalau itu tidak mungkin karena vonis adalah kewenangan hakim. Namun BPOM memang harus diperkuat," tambahnya.
Satu yang disorot YLKI adalah anggaran regular inspection yang perlu ditambah.
"Kita mengapresiasi inspeksi rutin yang dilakukan BPOM kemarin. Agar lebih banyak lagi yang bisa diinspeksi, anggarannya perlu ditingkatkan. Wewenang (dan anggaran) BPOM harus ditambah melalui Undang-Undang."
"Kewenangan BPOM sangat terbatas sehingga di lapangan sangat lemah. Akhirnya banyak pelangggaran," tutur Tulus, Minggu (4/2/2018).
Terungkapnya penggunaan zat babi dalam obat-obatan yang sudah beredar di masyarakat saat inspeksi yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) beberapa waktu yang lalu diapresiasi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meski dengan catatan.
Menurut Tulus Abadi, Ketua Harian YLKI, peran BPOM harus diperkuat lagi melalui Undang-Undang.