Utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2017 tercatat sebesar 347,3 miliar dollar AS | PT Rifan Financindo Berjangka
Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara lain sekawasan.
" Bank Indonesia terus memantau perkembangan ULN dari waktu ke waktu untuk meyakinkan bahwa ULN dapat berperan secara optimal dalam mendukung pembiayaan pembangunan tanpa menimbulkan risiko yang dapat memengaruhi stabilitas perekonomian," tutur BI.
Bertumbuhan ULN secara tahunan di sektor keuangan, industri pengolahan, dan LGA tercatat meningkat. Di sisi lain, ULN di sektor pertambangan secara tahunan tercatat mengalami pertumbuhan negatif.
BI memandang perkembangan ULN pada November 2017 tetap terkendali. Hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhir November 2017 tercatat stabil di kisaran 34 persen.
"ULN berjangka pendek dengan pangsa 14,3 persen dari total ULN tumbuh 19,8 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Oktober 2017, yakni 10,8 persen (yoy)," jelas bank sentral.
Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir November 2017 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih (LGA), serta pertambangan. Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 77,6 persen, sedikit meningkat dibandingkan dengan pangsa bulan sebelumnya, yakni 76,9 persen.
Posisi ULN sektor swasta pada November 2017 tercatat sebesar 170,6 miliar dollar AS atau tumbuh 4,2 persen (yoy), lebih tinggi dari 1,3 persen (yoy) pada bulan sebelumnya. Sementara itu, ULN sektor publik tercatat 176,6 miliar dollar AS pada periode yang sama atau tumbuh 14,3 persen (yoy), meningkat dibanding bulan sebelumnya yang sebesar 8,4 persen (yoy).
Berdasarkan jangka waktu asal, struktur ULN Indonesia pada akhir November 2017 masih aman. ULN tetap didominasi ULN jangka panjang yang memiliki pangsa 85,7 persen dari total ULN dan pada November 2017 atau tumbuh 7,5 prrsen (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya, yakni 3,9 persen (yoy).
Bank Indonesia (BI) melaporkan, utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir November 2017 tercatat sebesar 347,3 miliar dollar AS atau sekitar Rp 4.636,455 triliun dengan kurs Rp 13.350 per dollar AS.
Jumlah tersebut naik 9,1 persen secara tahunan (yoy).
"Berdasarkan kelompok peminjam, posisi ULN sektor swasta dan sektor publik masing-masing mengalami peningkatan," tulis BI dalam pernyataan resmi, Selasa (16/1/2018).
Utang luar negeri Indonesia 347,3 miliar dolar | PT Rifan Financindo Berjangka
Bank Sentral memandang perkembangan ULN pada November 2017 tetap terkendali. Hal ini tercermin antara lain dari rasio ULN Indonesia terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang pada akhir November 2017 tercatat stabil di kisaran 34 persen.
"Rasio tersebut masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata negara kapasitas ekonomi yang sama (peers)," ujar dia.
"Sedangkan jika berdasarkan jangka waktu asal, struktur ULN Indonesia pada akhir November 2017 masih aman," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman.
ULN tetap didominasi ULN jangka panjang yang memiliki pangsa 85,7 persen dari total ULN dan pada November 2017 tumbuh 7,5 persen (yoy), meningkat dibandingkan bulan sebelumnya sekira 3,9 persen (yoy). Sementara itu, ULN berjangka pendek dengan pangsa 14,3 persen dari total ULN tumbuh 19,8 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Oktober 2017 yang sebesar 10,8 persen (yoy).
Sedangkan jumlah ULN publik, atau pemerintah dan Bank Sentral, sebesar 176,6 miliar dolar AS yang tumbuh 14,3 persen (yoy), meningkat dibanding Oktober 2017 yang sebesar 8,4 persen (yoy).
Menurut sektor ekonomi, posisi ULN swasta pada akhir November 2017 terkonsentrasi di sektor keuangan, industri pengolahan, listrik, gas, dan air bersih (LGA), serta pertambangan.
Pangsa ULN keempat sektor tersebut terhadap total ULN swasta mencapai 77,6 persen, sedikit meningkat dibandingkan dengan Oktober 2017 yang sekira 76,9 persen.
Utang Luar Negeri Indonesia naik 9,1 persen tahun ke tahun (year on year) atau menjadi 347,3 miliar dolar AS per akhir November 2017, dipicu penarikan utang swasta dan publik yang menggeliat.
Berdasarkan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia di Jakarta, Selasa, jumlah utang luar negeri (ULN) swasta naik 4,2 persen (yoy) pada November 2017 atau sebesar 170,6 miliar dolar AS. Pertumbuhan penarikan itu lebih tinggi dibandingkan Oktober 2017 yang 1,3 persen (yoy).
Surat Utang Kini Jadi Andalan Pembiayaan, Ancaman Defisit Transaksi Berjalan Makin Lebar | PT Rifan Financindo Berjangka
Meski begitu, peningkatan penerbitan obligasi global tersebut juga bisa meredakan beban pembayaran utang luar negeri. Asalkan, surat utang yang diterbitkan untuk kegiatan usaha yang berorientasi ekspor.
Semakin banyak penerbitan utang luar negeri, baik berupa obligasi maupun pinjaman akan meningkatkan pembayaran kewajiban. "Pada gilirannya dapat meningkatkan defisit current account," kata Dody, Jumat (12/1/2018).
Itu berupa bunga atas pinjaman dan surat utang atau investasi. Defisit pada pendapatan investasi portofolio terus meningkat dari tahun ke tahun karena utang luar negeri yang terus bertambah nilainya.
Asisten Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo menjelaskan neraca primer dalam transaksi berjalan selalu mencatatkan defisit atau kewajiban. Ini berarti, Indonesia harus mengalirkan dana asing ke luar negeri.
Defisit pada neraca pendapatan primer salah satunya bersumber dari pembayaran kewajiban investasi portofolio.
Namun, penerbitan global bond yang lebih besar juga berpengaruh terhadap defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD).
Penerbitan obligasi global kini semakin jadi sumber andalan pembiayaan bagi Indonesia. Keberhasilan PT Jasa Marga (Persero) Tbk menerbitkan obligasi dalam denominasi rupiah di luar negeri atau Komodo Bond senilai Rp 4 triliun, mendorong korporasi lain seperti PT PLN, PT Garuda Indonesia Tbk, PT Intermedia Capital Tbk, dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk mengikutinya.
Pemerintah sudah mewajibkan penggunaan kapal domestik dan asuransi dalam negeri. Kewajiban itu tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 82 Tahun 2017 yang diundangkan 31 Oktober 2017 dan berlaku pada April 2018.
Kebijakan wajib kapal domestik ini harus dilaksanakan secara konsisten. BI mencatat, neraca jasa pada kuartal III tahun 2017 defisit US$ 2,2 miliar, naik kuartal II US$ 2,18 miliar dan kuartal I US$ 1,22 miliar.
Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual mengamini semakin besarnya penerbitan global bond bisa memperlebar CAD dalam jangka menengah panjang. Sementara penerbitan global bond saat ini yang nominalnya belum terlalu besar membuat dampak ke CAD juga belum terlalu besar. Defisit pada neraca primer, masih terbantu oleh dana repatriasi dari kebijakan amnesti pajak pemerintah.
Hal utama yang perlu dilakukan pemerintah dalam memperbaiki struktur transaksi berjalan adalah neraca jasa yang selalu mencatat defisit. Itu terutama dari penggunaan kapal-kapal asing dan asuransi kapal-kapal asing.
Dewan Gubernur BI sebelumnya memperkirakan transaksi berjalan Indonesia masih sulit surplus dalam jangka pendek. Gubernur BI Agus Martowardojo memperkirakan, CAD tahun ini sebesar 2%-2,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Naik dibanding 2017 yang diperkirakan 1,65% dari PDB.
Kenaikan CAD diperkirakan akan terus terjadi hingga tahun 2019 akibat. Baru pada tahun 2022 CAD diperkirakan kembali menurun hingga di bawah 2% dari PDB karena pertumbuhan ekspor.
"Secara neto, dampak langsung dan tidak langsung terhadap CAD bisa berupa defisit yang lebih rendah atau bahkan bisa menciptakan surplus," tambah Dody. Namun ia menyatakan tidak ada jaminan bahwa utang dari luar negeri tersebut untuk mendongkrak kegiatan ekspor.