Bitcoin dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia | PT Rifan Financindo Berjangka
Lantaran itu, pembayaran dengan mata uang digital sangat rentan terhadap risiko penggelembungan (bubble), serta rawan digunakan sebagai sarana pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Sehingga dapat mempengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat. Oleh karena itu, Bank Indonesia memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli atau memperdagangkan mata uang digital," ujarnya.
Pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman di Jakarta, Sabtu (13/1) dalam keterangan tertulis.
Selain itu, kata Agusman, transaksi mata uang digital juga tidak terdapat administrator resmi, tidak memiliki underlying asset atau acuan yang mendasari harga mata uang digital serta memiliki nilai perdagangan yang sangat fluktuatif.
Bank Indonesia (BI) memperingatkan bahwa mata uang digital (virtual currency), termasuk bitcoin dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
Hal tersebut sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 7 tahun 2011 tentang Mata Uang yang menyatakan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia harus menggunakan rupiah.
Saat Investor Gugup karena Ada Larangan Penggunaan Bitcoin | PT Rifan Financindo Berjangka
Pertukaran Bitcoin saat ini sangat populer di Korea Selatan. Transaksi perdagangan ini bernilai ratusan juta dolar setiap hari. Perdagangan Bitcoin menggunakan akun won Korea berjumlah sekitar 5% dari volume perdagangan Bitcoin secara global.
Meski demikian, juru bicara presiden Mr Park menjelaskan, rencana pelarangan yang diwacanakan Kementerian Kehakiman belum final. Selain itu, Menteri Keuangan Kim Dong-yeon, meminta agar kementerian lainnya dapat mendiskusikan rencana tersebut.
Namun, nampaknya rencana ini juga masih sulit dilakukan oleh pemerintah Korea Selatan. Beberapa pemimpin politik justru menyatakan penolakan mereka terhadap larangan perdagangan Bitcoin. Ini mengindikasikan bahwa antusiasme masyarakat terhadap mata uang virtual cukup kuat.
Menteri Kehakiman Korea Selatan Park Sang-ki mengatakan, pekan ini kementeriannya sedang menyusun sebuah RUU yang mencakup penutupan total pertukaran mata uang virtual. Ia menambahkan, perdagangan tersebut sudah mulai menyerupai perjudian dan penuh spekulasi.
Namun di sisi lain, pemerintah telah menyatakan kekhawatirannya. Pejabat, termasuk perdana menteri, telah menyuarakan kekhawatiran tentang ketidakpastian perdagangan Bitcoin. Sebelumnya, pejabat kantor pajak di Korea Selatan bahkan telah melakukan penggerebekan pertukaran mata uang digital pekan ini. Hal tersebut menambah kegelisahan di kalangan investor.
"Saya sangat gugup," ungkap Kim Su-jin, seorang investor Bitcoin dan mata uang virtual lainnya, berusia 50 tahun, yang bekerja sebagai penjaga di sebuah toko pakaian wanita di Seoul. "Koin saya bisa menjadi sampah jika pemerintah menutup bursa.
Bank Indonesia (BI) kembali menegaskan bahwa mata uang virtual, termasuk Bitcoin, tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah. Sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia.
Dilansir dari New York Times, Sabtu (13/1), Korea Selatan juga berencana untuk melarang perdagangan mata uang virtual tersebut. Meski demikian, rencana ini justru dianggap sebagai ancaman karena sebagian besar masyarakat Korea Selatan tercatat berinvestasi dengan Bitcoin. New York Times melaporkan, masyarakat berusia tua maupun muda juga tengah gencar melakukan investasi tersebut.
BI Kembali Tegaskan Larangan Penggunaan Mata Uang Virtual Jenis Apapun | PT Rifan Financindo Berjangka
Larangan yang sama juga berlaku bagi penyelenggara teknologi finansial atau fintech di Indonesia, baik bank dan lembaga selain bank. Hal ini sudah diatur sebelumnya melalui Peraturan Bank Indonesia 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.
Melalui hal ini, Agusman turut menyampaikan BI sebagai otoritas sistem pembayaran melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran, baik itu prinsipal, penyelenggara switching, kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, dompet elektronik, serta transfer dana untuk memproses pembayaran dengan mata uang virtual.
Risiko yang dimaksud adalah penggelembungan serta rawan dimanfaatkan untuk pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Lebih jauh lagi, dapat memengaruhi kestabilan sistem keuangan dan merugikan masyarakat," ucap Agusman.
Hingga saat ini, mata uang yang resmi beredar dan dipakai di Indonesia adalah rupiah. Hal itu didasarkan pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Pemilikan virtual currency sangat berisiko dan sarat akan spekulasi karena tidak ada otoritas yang bertanggung jawab," kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Agusman melalui keterangan tertulis di laman bi.go.id, Sabtu (13/1/2018).
Selain tidak ada otoritas yang menaungi kegiatannya, mata uang virtual juga tidak memiliki administrator resmi, tidak terdapat underlying asset yang mendasari harga mata uang virtual tersebut, serta nilai perdagangan yang sangat fluktuatif sehingga rentan terhadap sejumlah risiko.
Bank Indonesia (BI) menegaskan kembali larangan penggunaan mata uang virtual, baik dalam bentuk penjualan, pembelian, maupun perdagangan dengan mata uang tersebut.
Penegasan ini untuk menanggapi rencana Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) yang sebelumnya menyebut ada peluang mata uang virtual bitcoin diperdagangkan di Indonesia.