PT Rifan Financindo Berjangka - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai ekspor Indonesia pada Juli 2016 sebesar hanya mencapai US$9,51 miliar atau anjlok 26,67 persen dibanding ekspor bulan sebelumnya US$12,92 miliar. Angka ini terendah sejak Juli 2009 yang ketika itu tercatat U$9,65 miliar.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, ekspor Juli juga terkoreksi sebesar 17,02 persen.
Kepala BPS Suryamin mengungkapkan, turunnya kinerja ekspor telah diprediksi sebelumnya mengingat ada momentum libur perayaan lebaran. Akibatnya, jumlah hari kerja berkurang. Ia mencatat, hari kerja efektif bulan lalu hanya 16 hari.
"Pada Juli itu, di tanggal 6-7, ada lebaran sehingga pada saat menjelang dan saat lebaran itu banyak perusahaan yang menghentikan kegiatan ekspor impornya," tutur Suryamin, Senin (15/8).
Selain itu, Suryamin menduga perekonomian global masih mengalami perlambatan. Hal itu menyebabkan turunnya permintaan produk Indonesia oleh negara-negara tujuan ekspor dunia.
Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari-Juli tahun ini sebesar US$79,08 miliar, turun 12,02 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Suryamin mengungkapkan, realisasi ekspor nonmigas bulan lalu yang sebesar US$8,52 miliar, anjlok 27,75 persen dibandingkan dengan capaian Juni 2016. Jika dibandingkan dengan catatan Juli 2015, ekspor nonmigas pada bulan lalu turun 15,22 persen.
Menurut Suryamin, penurunan terbesar ekspor nonmigas pada bulan lalu terjadi pada bijih, kerak, dan abu logam yang anjlok 57,24 persen, dengan capaian ekspor sebesar US$188,1 juta.
Sementara yang mengalami peningkatan terbesar adalah kelompok benda-benda dari besi dan baja sebesar 130,82 persen dengan perolehan nilai sebesar US$ 221,1 juta.
Kemudian dari sisi rekan dagang, BPS menyebut Amerika Serikat (AS) masih menjadi mitra dagang utama Indonesia, dengan total ekspor nonmigas mencapai US$991 juta pada Juli lalu. Sementara China dan Jepang mengekor dengan nilai ekspor masing-masing sebesar US$915,7 juta dan US$821,6 juta.
Secara keseluruhan, total ekspor nonmigas Indonesia selama periode Januari-Juli 2016 mencapai US$71,59 miliar, turun 8,78 persen dibandingkan dengan nilai yang dicatatkan pada paruh pertama tahun lalu.
Penurunan Ekspor Pada Sektor Pertanian dan Pertambangan | Rifan Financindo
"Share terbesar masih berasal dari lemak dan minyak hewan/nabati sebesar US$9,14 miliar dan bahan bakar mineral sebesar US$7,57 miliar," ujar Suryamin.
Berdasarkan sektoral, ekspor yang dicatatkan industri pengolahan turun 5,58 persen sepanjang Januari-Juli 2016, setelah hanya mencatatkan nilai US$60,86 miliar.
Penurunan juga terjadi pada sektor pertanian dan pertambangan, masing-masing minus 21,32 persen dan 23,89 persen.
Namun, Suryamin mengatakan, pangsa ekspor industri pengolahan mulai meningkat pada periode Januari-Juli 2016 menjadi 76,96 persen dari sebelumnya 71,7, persen pada periode yang sama tahun lalu.
"Paling tinggi pangsanya memang tetap dari industri manufaktur. Ini harapan atau potensi kita untuk mendapatkan devisa yang lebih tinggi dari industri manufaktur yang memberikan nilai tambah dan membuka lapangan kerja," ujarnya.
Sementara untuk ekspor migas Juli 2016, nilai yang tercatat di BPS sebesar US$998,6 juta atau anjlok 15,89 persen dari capaian bulan sebelumnya yang sebesar US$1,19 miliar. Jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun lalu, ekspor migas Juni anjlok 29,76 persen.
Secara kumulatif, total nilai ekspor migas sepanjang Januari-Juli 2016 tercatat sebesar US$7,5 miliar atau anjlok 34,32 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu US$11,41 miliar.
Kinerja ekspor pada Juli 2016 menurun dibandingkan Juni 2016 didorong libur panjang menjelang dan sesudah Lebaran. Ekspor pada Juli dilaporkan hanya mencapai 9,51 miliar dollar AS atau turun 26,67 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 12,98 miliar dollar AS.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin menuturkan, terjadi penurunan ekspor baik untuk komoditas minyak dan gas bumi (migas) maupun non-migas, masing-masing 15,89 persen dan 27,75 persen. Ekspor migas Juli 2016 mencapai 1 miliar dollar AS, sedangkan ekspor non-migas mencapai 8,52 miliar dollar AS. “Ada dua hal penyebab penurunan ekspor Juli 2016. Pertama, sebelum dan sesudah lebaran banyak perusahaan yang menghentikan kegiatannya, pekerja libur. Kedua, ekonomi global memang masih melambat,” kata Suryamin dalam paparan, Senin (15/8/2016).
Lebih jauh Suryamin mengatakan, jumlah hari kerja efektif pada Juli 2016 terhitung hanya 16 hari. Sepekan sebelum dan sepekan sesudah Lebaran, karyawan libur. Selain itu, berkurangnya aktivitas perdagangan juga disebabkan kebijakan pemerintah membatasi sejumlah ruas untuk dilintasi angkutan barang. “Berbanding terbalik dengan kinerja ekspor sebelum puasa, karena ada persiapan untuk menjaga stok, sehingga aktivitas perdagangan tinggi,” kata Suryamin.
Secara kumulatif, ekspor Januari-Juli 2016 mencapai 79,08 miliar dollar AS, atau turun 12,02 persen dibandingkan periode sama tahun 2015. Ekspor non-migas kumulatif mencapai 71,59 miliar dollar AS atau turun 8,78 persen year on year (YoY). Tiga negara pangsa ekspor Indonesia yakni Amerika Serikat (8,87 miliar dollar AS), Jepang (7,25 miliar dollar AS), dan Tiongkok (7,01 miliar dollar AS). Ekspor non-migas Indonesia kumulatif, ke ASEAN mencapai 15,67 miliar dollar AS, dan ke Uni Eropa mencapai 7,99 miliar dollar AS.
Badan Pusat Statistik (BPS) menyadari bahwa menurunnya nilai ekspor dan impor pada Juli tahun ini bukan tanpa ada alasan. Setidaknya ada beberapa faktor yang memengaruhi ekspr dan impor melempem, sehingga menyebabkan neraca perdagangan menurun, meski masih surplus.
"Kami menduga ada dua hal yang memengaruhi. Pertama karena pada awal Juli 2016 kita ada hari besar Lebaran, sehingga banyak pabrik perusahaan besar yang tutup lantaran libur, karyawannya pada mudik semua," kata Kepala BPS Suryamin di Kantornya, Jakarta, Senin (15/8/2016).
Suryamin mengatakan, total efektif hari kerja karyawan pada bulan tersebut ditaksir BPS hanya 16 hari kerja. Sisanya merupakan cuti bersama atau cuti yang diambil karyawan secara pribadi.
"Kalau mereka ambil cuti baik pribadi maupun bersama otomatis kegiatan produksi barang juga terhenti. Jadi kalau ada permintaan-permintaan barang atau mau impor juga kegiatannya terhenti untuk sementara," imbuh dia.
Kedua, dampak dari belum pulihnya perekonomian global yang juga turut memengaruhi nilai ekspor impor Indonesia terutama untuk beberapa negara mitra dagang dalam negeri.
"Ya kita tidak bisa pungkiri memang perekonomian global belum pulih. Jadi dampaknya pasti ke permintaan dan kegiatan dagang negara-negara mitra kita," pungkas dia.
Seperti diketahui, neraca perdagangan Indonesia pada Juli 2016 surplus USD598,3 juta dengan total ekspor Rp9,51 miliar dan impor USD8,92 miliar. Secara month to month baik ekspor maupun impor terjadi penurunan, dimana ekspor secara bulanan menurun 26,67% dibanding bulan sebelumya dan impor secara bulanan juga menurun 26,28% dibanding Juni 2016.