Ken : Masyakarat Tidak Akan Bisa Memboikot Pajak | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Saat ini pajak merupakan tulang punggung pembangunan nasional. Kontribusi pajak kepada penerimaan anggaran pemerintah sudah mencapai lebih dari Rp 1.000 triliun setiap tahunnya.
Tahun lalu saja, merealisasikan penerimaan pajak senilai Rp 1.055 triliun atau 81,5 persen dari yang ditargetkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2015 yang tercatat Rp 1.294,25 triliun.
Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi menyindir netizen yang ramai-ramai membuat hastag stop bayar pajak di jejaring media sosial twitter.
"Kalau orang mau mengatakan memboikot pajak, dia kan pakai smartphone tuh, pakai pulsa kan itu. Pulsanya kena PPn (pajak pertambahan nilai) loh. Kasih tahu aja dia itu bayar pajak PPn juga," ujar Ken di Jakarta, Selama (30/8/2016).
Oleh karena itu ia mengatakan bahwa tidak akan bisa masyakarat memboikot pajak.
"Bagaimana mau boikot. Keluar ke jalan beli air kemasan ada pajaknya. Bagi yang merokok, keluar aja beli rokok bayar pajak. Meskipun sesak ya, bayar pajak PPn. Jadi enggak ada yang bisa boikot pajak," kata dia.
"Sampaikan ya jadi dia mau bikin hastag itu pengikutnya siapa? Anak kecil aja, cucu saya anak SD (sekolah dasar) tahu beli permen ada pajaknya. Ya (barangkali) karena cucunya dirjen pajak," ucap dia sembari tertawa.
Menurut Ken, apa yang dilakukan netizen untuk memboikot membayar pajak melalui seruan di media sosial tidak akan pernah kesampaian. Sebab kata Ken, pajak sudah melekat dalam keseharian masyarakat.
Petisi Wajib Pajak | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Mengapa kebijakan tax amnesty dinilai melenceng dari misi semula? Dalam kata pengantar www.change.org yang dikenal aktif membuat petisi terhadap kebijakan publik yang merugikan masyarakat banyak menegaskan, pengampunan pajak yang seharusnya ditujukan kepada warga negara Indonesia (WNI) yang menyimpan harta di luar negeri, justru menyasar kepada seluruh rakyat yang menyimpan harta di dalam negeri tanpa ada pembatasan jumlah, yang dapat menyulitkan keuangan rakyat yang tidak mampu.
Karena itu, Presiden diharapkan menata kembali sasaran tax amnesty agar masyarakat tidak resah. Selama ini, masyarakat merasa sudah taat membayar pajak atas penghasilannya, hanya saja terkadang lupa memasukkan laporan harta dalam SPT.
Kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty) mulai mengembuskan angin keresahan di tengah masyarakat. Pasalnya, para wajib pajak harus melaporkan harta bila tidak ingin dikenakan denda besar pascapengampunan pajak Maret 2017. Keresahan tersebut sudah mulai mencuat di ruang- ruang publik, terutama di kalangan para pengguna media sosial (medsos).
Tengok saja, petisi online yang digelar lewat www.change.org y ang bertajuk, "Presiden @Jokowi, luruskan kembali sasaran amnesty pajak", hingga Senin (29/8) kemarin siang, masyarakat yang merespons atau berpartisipasi atas petisi tersebut telah menembus angka yang mendekati 6.000 peserta. Cuitan yang memprotes arah kebijakan pengampunan pajak yang dianggap melenceng itu semakin ramai di kalangan pengguna medsos Twitter.
Dalam pencanangan tax amnesty oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di kantor pusat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, awal Juli 2016 ditegaskan bahwa kebijakan pengampunan pajak memiliki misi khusus, yakni menarik dana pengusaha atau WNI yang ditempatkan di luar negeri. "Yang ingin kami sasar adalah para pengusaha yang tempatkan dananya di luar negeri khususnya di tax haven," jelas mantan gubernur DKI Jakarta itu.
Pemerintah sudah memonitor terdapat puluhan ribu triliun rupiah dana WNI yang diparkir di luar negeri. Melalui kebijakan pengampunan pajak para WNI diharapkan bisa membawa pulang uangnya untuk membangun negara.
Memang, kebijakan tax amnesty bukan hanya diperuntukkan WNI yang menyimpan uangnya di luar negeri, melainkan juga semua wajib pajak sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang (UU) Tax Amnesty. Namun, dalam pelaksanaannya dinilai melenceng dari sasaran prioritas. Mengapa?
Merujuk dari pernyataan Presiden bahwa kebijakan pengampunan pajak tujuan awalnya adalah menarik dana pengusaha yang diparkir di luar negeri. Belakangan program tersebut malah lebih fokus menyasar masyarakat yang selama ini sudah membayar pajak, padahal kepemilikan harta yang nilainya tak seberapa juga harus dilaporkan. Sebagai wujud protes, di jejaring sosial terutama Twitter diwarnai hastag #StopBayarPajak. Pemerintah memilih menutup telinga ketimbang mendengar keluhan masyarakat. Ya di Twitter macam-macamlah. Kita nggak bisa kontrol," demikian pembelaan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla.
Pemerintah mencatat dana repatriasi berasal dari Australia, Amerika Serikat, Malaysia, China, Singapura, Inggris, dan Hong Kong. Kita berharap pemerintah tetap konsisten menarik dana WNI yang diparkir di luar negeri sebelum menyasar wajib pajak di dalam negeri yang sudah resah karena kebijakan pemerintah dinilai telah melenceng.
Di kalangan anggota Komisi XI DPR kini muncul keraguan benarkah data kepemilikan dana puluhan ribu triliun dana WNI di luar negeri? Saat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak pemerintah menyampaikan sekitar 6.000 WNI memarkir dananya di luar negeri yang mencapai sebesar Rp11.400 triliun. Kebenaran data itu harus dijelaskan karena menjadi landasan bagi pemerintah dalam mematok target penerimaan pajak dari kebijakan tax amnesty. Kebijakan pengampunan pajak dijadwalkan dari 18 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017 yang mematok penerimaan negara sebesar Rp165 triliun yang diprioritaskan untuk alokasi pembangunan infrastruktur.
Saat ini dana repatriasi (dana masuk ke Indonesia) menjelang akhir bulan ini baru mencapai sebesar Rp7,66 triliun sebagaimana dipublikasikan Ditjen Pajak. Adapun dana yang sudah dideklarasikan baru tercatat sebesar Rp95,2 triliun, meliputi dana deklarasi luar negeri sebesar Rp14,1 triliun, dan deklarasi di dalam negeri sebesar Rp 81,1 triliun.
Dirjen Pajak: Uang Tebusan Tax Amnesty Tidak Bisa Dicicil | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Semarang
Hingga September 2016, tarif tebusan tax amnesty hanya sebesar 2 persen. Untuk itu, pihaknya menyarankan masyarakat yang ingin mengikuti program tax amnesty memanfaatkan tarif terendah ini.
"Perlu diingatkan kepada masyarakat yang akan mengikuti Amnesti Pajak bahwa penentuan tarif Uang Tebusan yang berlaku adalah didasarkan pada saat dilakukannya penyampaian SPH oleh Wajib Pajak," tukas dia.
Dirjen Pajak Kemenkeu Ken Dwijugiasteadi menegaskan peserta tax amnesty tidak bisa mengangsur atau mencicil uang tebusan.
"Terkait permasalahan Wajib Pajak yang kesulitan membayar Uang Tebusan. UU Pengampunan Pajak tidak memberikan ruang untuk menunda atau mengangsur pelunasan Uang Tebusan dan atau tunggakan pajak," kata Ken di Gedung Ditjen Pajak, Selasa (30/8/2016).
Dia meminta wajib pajak menyiapkan dana untuk membayar uang tebusan. Ken menyarankan wajib pajak menyiapkan dana dengan cara yang paling nyaman.
"Masyarakat Wajib Pajak diharapkan berupaya menyiapkan dana untuk membayar Uang Tebusan dengan cara yang dianggap paling nyaman menurut yang bersangkutan," tambahnya.