PT Rifan Financindo Berjangka - Kinerja ekspor Indonesia sepanjang Januari hingga Juli 2016 terperosok ke level US$79,08 miliar, terendah dalam enam tahun terakhir karena perlambatan ekonomi global.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan nilai ekspor pada tujuh bulan pertama tahun ini sebesar US$79,08 miliar. Angka tersebut menjadi yang terendah sepanjang periode yang sama dalam enam tahun terakhir atau sejak 2010. Nilai ekspor sepanjang Januari hingga Juli 2010 mencapai US$85,01 miliar, sedangkan nilai ekspor pada periode yang sama 2009 sebesar US$59,75 miliar.
Tak hanya kinerja ekspor kumulatif Januari hingga Juli 2016 saja yang terperosok. Kinerja ekspor sepanjang Juli 2016 yang yang hanya US$9,51 miliar juga menjadi yang terendah dalam tujuh tahun terakhir atau sejak 2009.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus mengatakan ekspor yang terus melemah karena permintaan pasar utama ekspor Indonesia seperti China dan Amerika Serikat masih mengalami perlambatan. Di sisi lain, pasar ekspor Indonesia masih terbatas sehingga tidaj bisa mencari pasar lain untuk mengamankan ekspor.
"Daya saing produk ekspor kita juga kalah kompetitif," katanya kepada Bisnis, Senin (15/8).
Ekspor Indonesia masih didominasi produk berbasis sumber daya alam (SDA) dan produk rendah teknologi sehingga sulit didongkrak. Kondisi harga komoditas yang melambat semakin memperlemah kinerja ekspor Indonesia.
Dia memprediksi tren perlambatan ekspor berlanjut hingga akhir tahun selama pemerintah tidak memiliki kebijakan strategis dalam tempo cepat untuk menggenjot ekspor. Menurut Ahmad, pemerintah perlu membantu dunia usaha untuk mencari pasar ekspor baru. Pemerintah bisa memanfaatkan atase perdagangan maupun Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) bidang ekonomi untuk membuka peluang pasar, informasi kebutuhan produk, dan informasi hambatan perdagangan.
"Pemerintah perlu mengoptimalkan fungsi market intelligence di negara tujuan ekspor yg nontradisional khususnya dimana produk ekspor kita punya daya saing," tambahnya.
Selain itu, solusi jangka panjang juga perlu dipikirkan. Strategi ekspor perlu diubah menjadi berbasis keunggulan kompetitif dengan mentranformasikan produk berbasis buruh murah dan kaya SDA menjadi berbasis tenaga kerja terampil dan teknologi tinggi. Indonesia juga perlu membangun jaringan global rantai pasok produk-produk strategis di dunia.
Sementara itu, Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede menambahkan kinerja ekspor Indonesia jeblok karena baik ekspor migas maupun nonmigas terkontraksi masing-masing 34,3% (yoy) dan 8,8% (yoy) sepanjang periode Januari hingga Juli 2016. Berdasarkan jenis komoditasnya, penurunan terbesar pada periode Januari hingga Juli tahun ini adalah ekspor mesin/peralatan listrik (-7,9%yoy) dan bijih, kerak, dan abu logam (-16,9%yoy).
Dia membenarkan penurunan ekspor terjadi karena perlambatan aktivitas manufaktur mitra dagang utama Indonesia. Volume ekspor ke China turun 9,6% (yoy), Jepang turun 6,3% (yoy), India turun 30,1% (yoy), serta Malaysia turun 15,8% (yoy).
"Penurunan aktivitas manufaktur mitra dagang indonesia juga turut dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global," tegasnya.
Kepala Peneliti Center of Reform on Economics (Core) Mohammad Faisal menambahkan kinerja ekspor Indonesia jeblok karena industri dalam negeri mengalami perlambatan. Hal ini terindikasi dari impor bahan baku/penolong dan barang modal yang mengalami penurunan.
Impor bahan baku/penolong sepanjang Januari hingga Juli 2016 sebesar US$55,89 miliar, turun 12,12% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun impor barang sepanjang Januari hingga Juli 2016 terjun bebas 15,16% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Hanya impor barang konsumsi saja yang mengalami kenaikan 12,31% dari US$6,12 miliar pada Januari hingga Juli 2015 menjadi US$6,88 miliar pada periode yang sama tahun ini.
Neraca Perdagangan Juli 2016 Surplus Tipis | Rifan Financindo
Berdasarkan data BPS, kinerja surplus neraca perdagangan sepanjang Januari hingga Juli 2016 anjlok 28,80% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan kinerja ekspor pada Juli 2016 mencapai US$9,51 miliar, sementara nilai impor mencapai US$8,92 miliar. Dengan begitu, neraca perdagangan pada bulan ketujuh tahun ini mengalami surplus tipis US$598,3 juta.
Dengan realisasi tersebut, kinerja neraca perdagangan sepanjang Januari hingga Juli 2016 mencapai surplus US$4,17 miliar dengan rincian nilai ekspor US$79,08 miliar dan nilai impor US$74,91 miliar. Surplus sepanjang tahun kalender itu jauh lebih rendah 28,80% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Pada tujuh bulan pertama tahun lalu, kinerja neraca perdagangan mengalami surplus US$5,86 miliar. Adapun neraca perdagangan pada periode yang sama 2014 mengalami defisit US$1,08 miliar, defisit membesar menjadi US$5,67 miliar pada Januari hingga Juli 2013. Adapub surplus neraca perdagangan pada Januari-Juli 2016 mencapai US$240,6 juta dan pada 2011 mencapai US$16,24 miliar.
Dari sisi kelompok barang, Suryamin menyebutkan neraca perdagangan migas masih menyumbang defisit sebesar US$475,1 juta sepanjang Juli 2016 dan defisit US$2,67 miliar sepanjang Januari hingga Juli tahun ini. "Sektor migas masih defisit," tuturnya.
Dia menjelaskan ekspor migas sepanjang Juli 2016 sebesar US$998,6 juta, sementara impor US$1,473 miliar. Pada periode Januari hingga Juli 2016, impor migas US$10,173 miliar, jauh lebih tinggi dari nilai ekspor yang hanya US$7,49 miliar. Adapun neraca perdagangan nonmigas mengalami surplus US$1,07 miliar pada Juli 2016 dan US$6,84 miliar pada Januari hingga Juli 2016.
Global Belum Pulih, Ekspor Juli 2016 Anjlok | Rifanfinancindo
Kinerja ekspor Indonesia pada Juli 2016 anjlok. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor Juli 2016 turun 26,67% dibandingkan Juni 2016 menjadi US$ 9,51 miliar. Sedangkan dibandingkan bulan yang sama tahun lalu, kinerja ekspor Indonesia turun 17,02%.
Kepala BPS Suryamin mengatakan, nilai ekspor Juli 2016 merupakan yang terendah sejak 2009. Pada Juli 2009, nilai ekspor Indonesia tercatat sebesar US$ 9,6 miliar.
Anjloknya ekspor, menurut Suryamin, terjadi karena pertumbuhan ekonomi global belum pulih. "Selain itu, penyebab turunnya ekspor karena jumlah hari kerja yang lebih sedikit dibandingkan Juni 2016, hanya 16 hari," alasan Suryamin, Senin (15/8).
Selama Juli 2016, ekspor nonmigas turun dalam mencapai 27,75% dari bulan sebelumnya menjadi US$ 8,51 miliar. Sedangkan ekspor migas turun 15,89% menjadi US$ 998,6 juta. Selama tujuh bulan tahun ini, secara kumulatif ekspor turun 12,02% dibandingkan periode sama 2016.
Suryamin bilang, penurunan ekspor nonmigas terdalam terutama ke negara tujuan ekspor utama seperti Amerika Serikat (AS), China, Jepang, dan Uni Eropa. Ekspor menuju AS pada Juli 2016 turun 14,62% dari Juni 2016 menjadi US$ 0,99 miliar.
Kemudian ekspor ke China hanya US$ 0,92 miliar, turun 33% dibanding Juni 2016. Lalu ekspor ke Jepang turun 24,75% dan ke Eropa turun 29,35%. Dilihat dari jenis komoditas nonmigas, penurunan terbesar pada ekspor perhiasan 45,14% menjadi US$ 290 juta.
Sementara di sisi impor, pada Juli 2016 terjadi penurunan nilai impor sebesar 26,28% dibandingkan bulan sebelumnya menjadi US$ 8,92 miliar. Penurunan impor tertinggi terjadi pada barang konsumsi sebesar 36,64%, dan barang modal sebesar 29%.
Secara keseluruhan, BPS mencatat pada Juli 2016 masih terjadi surplus neraca perdagangan US$ 598,3 juta, lebih kecil dibanding surplus Juni 2016 sebesar US$ 879 juta. Selama Januari-Juli 2016, neraca perdagangan surplus US$ 4,17 miliar.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memperkirakan laju penurunan nilai ekspor dan impor akan terjadi hingga akhir tahun 2016. Impor akan terus tertekan karena realisasi anggaran pemerintah terbatas dan terpangkas.
Impor akan bergerak negatif, karena realisasi proyek infrastruktur pemerintah tak begitu besar. Namun diperkirakan penurunan impor tidak sebesar penurunan di sisi ekspor. Dengan begitu neraca perdagangan masih tetap surplus.
"Masih berpeluang surplus, tapi mengecil," kata Josua. Ekspor turun karena kondisi ekonomi mitra dagang Indonesia masih lesu. Juga harga komoditas masih rendah.
BPS: Impor Nonmigas Juli Terendah Dalam Setahun | PT Rifan Financindo
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat nilai impor nonmigas terendah dalam satu tahun atau 13 bulan terakhir terjadi pada Juli 2016 dengan nilai 7,44 miliar dolar AS.
Kepala BPS mengatakan turunnya ekspor dan impor pada Juli 2016 karena banyaknya pabrik yang tutup selama Lebaran dan mitra dagang, yakni Tiongkok, yang menurunkan kegiatan perdagangannya setelah krisis ekonomi.
"Penurunan (impor) bulan Juli karena hari kerja yang hanya 16 hari ditambah ekonomi global yang belum 100 persen normal. Kami menduga juga ada pelemahan dari mitra dagang, misalnya Tiongkok," kata Suryamin pada konferensi pers paparan ekspor-impor di Kantor BPS Jakarta, Senin.
Suryamin merinci nilai impor Indonesia pada Juli 2016 mencapai 8,92 miliar dolar AS atau turun 26,28 persen dibandingkan Juni 2016, demikian pula jika dibandingkan Juli 2015 yang turun 11,56 persen.
Adapun nilai impor nonmigas turun 27,91 persen dibandingkan Juni 2016 dan turun 4,43 persen dibandingkan Juli 2015. Nilai impor nonmigas tertinggi terjadi pada Juni 2016 sebesar 10 miliar dolar AS.
Sementara itu, impor migas Juli 2016 mencapai 1,47 miliar dolar AS atau turun 16,84 persen dibandingkan Juni 2016, serta turun 35,77 persen terhadap Juli 2015.
Tiongkok menjadi negara asal barang impor nonmigas terbesar Januari-Juli 2016 dengan nilai 16,75 miliar dolar AS (25,87 persen) diikuti oleh Jepang sebesar 7,18 miliar dolar AS (11,09 persen) dan Thailand 5,11 miliar dolar AS (7,89 persen).
Peningkatan terbesar impor nonmigas terjadi pada golongan kapal laut dan bangunan terapung sebesar 57,1 juta dolar AS (119,71 persen) serta diikuti oleh lokomotif dan peralatan kereta api 18,3 juta dolar AS (228,75 persen).
"Golongan komoditas kapal laut peningkatannya cukup besar karena kita masih butuh banyak. Begitu juga lokomotif karena Indonesia sedang membangun jalur transportasi Trans Sumatra," ujar Suryamin.
Golongan mesin dan peralatan mekanik terjadi penurunan terbesar pada impor sektor nonmigas sebesar 30,52 persen dengan nilai 578,9 miliar dolar AS.
Meskipun nilai ekspor dan impor menurun, neraca perdagangan Indonesia Juli 2016 mengalami surplus 598,3 juta dolar AS yang dipicu sektor nonmigas 1,07 miliar dolar AS. Di sisi lain, sektor migas defisit 475,1 juta dolar AS.