Posisi Keseimbangan Primer Indonesia Buruk Dalam Beberapa Tahun Terakhir | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa waktu yang lalu menyebutkan bahwa Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017 tidak sehat. Alasannya, keseimbangan primer pemerintah saat ini tercatat masih mengalami defisit.
Menanggapi hal tersebut, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan, posisi keseimbangan primer Indonesia sejatinya sudah memburuk dalam beberapa tahun terakhir.
"Sudah memburuk dari sebelum 2012, karena memang melemahnya dari sisi penerimaan negara," jelas Bambang, saat ditemui di kantornya, Jakarta, Kamis 18 Agustus 2016.
Bambang menjelaskan, di tengah penerimaan negara yang tidak teroptimalisasi dengan baik, di sisi lain pemerintah masih membutuhkan belanja masif, demi menopang pertumbuhan ekonomi nasional. Itu yang saat ini diterapkan dalam RAPBN 2017.
"Satu sisi, penerimaan tax ratio-nya masih 10-11 persen. Pasti, keseimbangan primer lama-lama semakin besar," ungkapnya.
Menurut dia, jika Indonesia menginginkan agar kesimbangan primer tersebut mendekati angka nol, atau bahkan surplus, tentu opsi yang dimiliki hanya ada dua. Pertama, adalah menurunkan porsi belanja, dan kedua adalah meningkatkan penerimaan negara.
"Tapi kalau penurunan belanja, tentu akan menganggu pertumbuhan, sayang. Jadi, akan lebih baik fokus penerimaannya ditingkatkan," kata dia.
Penerimaan negara, ditegaskan mantan Menteri Keuangan itu menjadi harga mati yang harus tetap digenjot. Sebab, dengan posisi tax ratio Indonesia yang saat ini berkisar di angka 11 persen, belum cukup untuk mengompensasi.
"Harus ada upaya serius, karena benar-benar tidak acceptable tax ratio 11 persen di negara seperti Indonesia," ujarnya.
Sebagai informasi, keseimbangan primer merupakan total penerimaan negara yang dikurangi belanja negara, tanpa melakukan pembayaran terhadap bunga utang. Saat ini, posisi keseimbangan primer Indonesia masih mengalami defisit sebesar Rp111,4 triliun.
Artinya, penarikan utang yang selama ini dilakukan pemerintah murni untuk membayar bunga utang Indonesia selama bertahun-tahun. Hal ini yang sebelumnya diungkapkan Menkeu Sri Mulyani dalam konferensi pers di kantor Direktorat Jenderal Pajak, Selasa 16 Agustus 2016.
"Jadi, sebetulnya itu merupakan indikator bahwa kita meminjam bukan untuk investasi, tetapi meminjam untuk keperluan service utang masa lalu," jelas mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu.
APBN terjerat defisit primer Rp 111 triliun | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Anggaran Pendapatan dan Belaja Negara (APBN) sampai saat ini mengalami gangguan keseimbangan primer. Sudah lebih dari empat tahun, APBN mengalami defisit keseimbangan primer.
Sri Mulyani, Menteri Keuangan mengatakan, sampai saat ini defisit keseimbangan primer mencapai Rp 111,4 triliun.
Defisit tersebut menunjukkan, selama ini pinjaman yang dihimpun pemerintah tidak produktif karena pinjaman tidak digunakan untuk investasi tapi hanya habis untuk bayar utang. Semakin besar nilainya, menunjukkan kemampuan anggaran menutup utang, semakin lemah.
Bambang Brodjonegoro, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, defisit tersebut terjadi akibat penghimpunan penerimaan negara yang lemah. Di tengah belanja negara yang besar, defisit tersebut tidak terhindarkan.
Bambang mengatakan, ada dua cara yang bisa diambil untuk mengatasi defisit tersebut. Pertama, menurunkan belanja. "Kalau penurunan karena efesiensi tidak apa, tapi kalau penurunan belanja mengganggu pertumbuhan, kan sayang," katanya Kamis (18/8).
Bambang mengatakan, satu-satunya cara yang bisa ditempuh mengatasi defisit tersebut adalah dengan menggenjot penerimaan negara. Masih ada ruang besar untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak. "Rasio pajak 11% seperti Indonesia tidak masuk akal, ini masih ditingkatkan," katanya.
Dalam 3 Tahun, Pemerintah Tak Ingin Lagi Berutang untuk Bayar Bunga Utang | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Axa
Pemerintah berkomitmen menurunkan defisit keseimbangan primer pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), dalam kurun waktu tiga tahun ke depan. Sehingga tidak ada lagi utang yang ditarik untuk membayar bunga utang.
Direktur Jenderal Anggaran (Dirjen Anggaran) Kementerian Keuangan, Askolani, menuturkan untuk menurunkan defisit keseimbangan primer maka langkah yang ditempuh lebih dulu adalah menurunkan defisit anggaran ke level 1,2%, terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
"Kalau lihat di nota keuangan 2017 ada indikasi budget tiga tahun ke depan defisit turun di bawah 2%," jelasnya.
Dalam perhitungan Kemenkeu, bila defisit anggaran menuju titik 1,2% terhadap PDB, maka defisit keseimbangan primer sudah surplus atau positif. Dalam lima tahun ke belakang, realisasi defisit anggaran selalu di atas 2%. Tahun ini saja diperkirakan mencapai 2,5% terhadap PDB.
Penurunan defisit anggaran harus dilakukan secara bertahap. Pemerintah tidak bisa langsung menggenjot penerimaan atau mengurangi belanja secara drastis. Menurut Askolani dalam pengelolaan APBN harus ada keseimbangan.
"Harus bertahap, tidak bisa sekaligus agar keseimbangan tetap ada di APBN," ungkapnya.
Pemerintah juga tetap memperhatikan kondisi ke depan. Khususnya risiko yang berdampak langsung terhadap asumsi makro ekonomi yang bisa saja muncul setiap waktu.
"Ini kan dinamis. Sebab tahun depan bisa berubah bisa bergeser atau tetap bergantung kondisi tahun depan. Ini namanya hidup harus dinamis. Sebab tantangan bisa beda-beda tiap tahun. Tapi kita sudah punya rencana 3 tahun ke depan defisit turun di bawah 2%," papar Askolani.