Pelemahan rupiah yang sempat mendekati Rp14.200/USD | PT Rifan Financindo Berjangka
Sebelumnya, Sri Mulyani menerangkan kinerja APBN yang terus membaik bisa menberikan kepastian. Di sisi lain, BI juga telah memiliki bauran kebijakan yang telah disiapkan untuk menjaga stabilitas. Oleh sebab itu, pemerintah bersama BI akan menjaga perekonomian Indonesia.
"Karena ketidakpastian berasal dari policy berasal dari Amerika baik itu ekonomi maupun dibiidang geopolitik pasti mempengaruhi harga minyak, suku bunga global, maupun mata uang. Maka dengan pondasi makin kuat kita akan tetap jaga supaya ekonomi dan pembagunan tidak terganggu," terang dia.
"Kita sudah fleksibel artinya pas ekonomi mengalami hal yang positif, rupiah menguat. Pas kena terimbas saat ini, maka sama dengan currency lain yakni mengalami tekanan. Koreksi mata uang kita masih dalam range stabil. Dimana BI dan OJK tetap memastikan sektor keuangan tetap sehat," ujar Sri Mulyani di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (22/5/2018)
Menurutnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal sesuai target, jika stabiliasi keuangan masih dijaga Bank Indonesia (BI) dan OJK. Apalagi, OJK dan BI telah memilih kebijakan yang tepat dengan menaikkan suku bunga acuan. "Indonesia tetap tumbuh dan pertumbuhannya harus suistanabel. BI akan melakukan stabilisasi apabila diperlukan melalui bauran kebijakannya," paparnya.
Menanggapi pelemahan rupiah yang sempat mendekati Rp14.200/USD, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan, bahwa nilai tukar mata uang Indonesia masih tetap stabil. Bahkan, Ia optimistis rupiah bakal kembali menguat seiring beberapa kebijakan yang telah ditetapkan BI dan OJK
20 Tahun Reformasi, Sri Mulyani Jelaskan Ekonomi RI Dulu dan Kini | PT Rifan Financindo Berjangka
Tata kelola juga semakin transparan karena banyak institusi yang melakukan publikasi dari keseluruhan neracanya sebagai perusahaan terdaftar (listed company).
Kondisi lainnya adalah mekanisme atau sistem nilai tukar. Ia mengatakan sistem nilai tukar saat ini fleksibel, artinya pada saat ekonomi berkembang positif maka rupiah bisa menguat.
Kalau sedang terkena imbas seperti yang terjadi saat ini, rupiah juga akan mengalami tekanan atau koreksi sama seperti banyak kondisi mata uang lain.
"Koreksi mata uang kita walaupun fleksibel, masih di dalam rentang yang tetap stabil, atau dalam artian menjaga stabilitas jangka menengah-panjang," kata Sri Mulyani.
Koreksi dan mekanisme pengawasan tersebut dijalankan oleh Otoritas Jasa Keuangan. Sri Mulyani mengatakan koreksi semacam itu tidak ada karena pengawasan sektor keuangan sebelumnya terpecah antara Kemenkeu dan BI.
Kemudian, Sri Mulyani juga menilai bahwa tata kelola pemerintah dan swasta sudah semakin transparan. Dari sisi pemerintah, pada masa sebelum Reformasi defisit APBN tidak dilakukan presentasi seperti sekarang...
"UU Keuangan Negara memberikan rambu-rambu mengenai jumlah defisit dan utang. Dari sisi setting, 20 tahun lalu penyelewengan dan tata kelola yang buruk bisa meluas tanpa mekanisme cek," kata dia.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai kondisi dan situasi ekonomi di Indonesia telah berkembang setelah 20 tahun reformasi. Ekonomi RI berbeda dengan kondisi sebelum krisis moneter 1997-1998.
Ditemui di Gedung Djuanda Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 22 Mei 2018, mantan direktur pelaksana Bank Dunia tersebut mengatakan sebelum Reformasi tidak ada institusi pengawas sektor keuangan yang independen.
"Sekarang Bank Indonesia memiliki independensi dan tujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar maupun inflasi. Mereka sekarang punya bauran kebijakan, dulu mereka tidak punya," kata Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga menilai di zaman reformasi terdapat mekanisme koreksi terhadap para pemilik industri perbankan dan sektor keuangan non-bank, terutama yang mengalami kondisi yang tidak baik.
Sri Mulyani Bandingkan Kondisi Ekonomi 2018 dan Saat Krisis 1998 | PT Rifan Financindo Berjangka
Apalagi, menurutnya tata kelola pemerintah dan swasta sudah semakin transparan. Dari sisi pemerintah, pada masa sebelum Reformasi defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) tidak dilakukan presentasi seperti sekarang.
"Undang-undang (UU) Keuangan Negara memberikan rambu-rambu mengenai jumlah defisit dan utang. Dari sisi setting, 20 tahun lalu penyelewengan dan tata kelola yang buruk bisa meluas tanpa mekanisme cek," jelasnya.
Sri Mulyani juga mengatakan kondisi yang membedakan zaman sebelum dan sesudah Reformasi yakni mekanisme atau sistem nilai tukar. Sebab, pemerintah mencoba defisit anggaran lebih transparan.
"Jadi, sudah ada UU Keuangan Negara yang memberikan rambu-rambu mengenai berapa jumlah defisit dan utang. Kita juga punya KPK. Jadi dari sisi setting dari 20 tahun lalu, ada banyak penyelewengan atau tata kelola yang buruk dan bisa berjalan secara luas," tegasnya.
"Berbeda sama sekali. Pertama dari sisi peraturan perundang-undangan, di mana 20 tahun lalu sebelum krisis. BI tidak independen. Kita tidak memiliki apa yang disebut institusi pengawas sektor keuangan yang independen. Nah sekarang Bank Indonesia memiliki independensi dan tujuannya untuk menjaga stabilitas nilai tukar maupun inflasi," terang Sri Mulyani di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Lebih lanjut, Ia mengungkapkan BI sat ini punya bauran kebijakan yang dulu mereka tidak punya. Sri Mulyani menambahkan, di zaman Reformasi terdapat mekanisme koreksi terhadap para pemilik industri perbankan dan sektor keuangan non-bank, terutama yang mengalami kondisi yang tidak baik.
Pelemahan tajam nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) sepanjang tahun 2018 ini, diyakini menjadi sinyal terulangnya krisis ekonomi yang pernah melanda Indonesia. Terkait hal ini, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani membandingkan kondisi ekonomi saat ini, berbeda jauh dengan saat krisis 1998, silam.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu, menerangkan adanya Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga pengawas sektor keuangan yang independen. Membuat Indonesia diyakini lebih siap dan terjaga dari krisis keuangan.