Rini Soemarno menilai kenaikan peringkat dan surat utang korporasi dari Moody's Investor Service mencerminkan kepercayaan kalangan investor global | PT Rifan Financindo Berjangka
Terakhir, peringkat utang Pelindo II yang juga naik menjadi Baa2 dari Baa3. Prospek menjadi stabil dari positif.
Kenaikan peringkat Pelindo II mencerminkan peran strategis sebagai pintu gerbang di sektor maritim Indonesia. Selain itu, perseroan juga menguasai pelabuhan Tanjung Priok yang memiliki kepentingan strategis tinggi.
Di sisi lain, penerbitan obligasi berdenominasi mata uang asing milik Pelindo II tidak terpengaruh oleh peningkatan peringkat utang Indonesia. Prospek tetap stabil.
Peningkatan peringkat PGN mencerminkan posisi terdepan perusahaan di sektor transmisi dan distribusi gas Indonesia. Harapan kami bahwa PGN akan terus menerima dukungan dari pemerintah Indonesia melalui Pertamina," tambah Tyagi.
Moody's juga menaikkan peringkat utang Jasa Marga dari Baa3 menjadi Baa2. Kemudian merevisi prospek dari positif menjadi stabil.
"Peningkatan peringkat Jasa Marga mencerminkan ekspektasi kami akan kemungkinan dukungan yang besar dari Pemerintah Indonesia, mengingat kepemilikan mayoritas oleh pemerintah dan peran penting Jasa Marga dalam rencana Indonesia untuk mengembangkan infrastruktur transportasi negara, khususnya sektor jalan tol," kata Ray Tay, Senior Credit Officer Moody's.
Selanjutnya, peringkat utang obligasi senior tanpa jaminan PLN melalui anak perusahaannya Majapahit Holding BV dari Baa3 menjadi Baa2.
"Peningkatan peringkat utang PLN mencerminkan posisi strategis perusahaan sebagai satu-satunya penyedia listrik yang terintegrasi secara vertikal di Indonesia, termasuk posisi dominannya di pembangkitan, distribusi dan transmisi. Selain itu berhubungan erat dengan pemerintah," ujar Analis Senior Moody's Abhisek Tyagi seperti dikutip dari laman Moody's.
Berikutnya, Pertamina juga menikmati kenaikan peringkat menjadi Baa2 dari Baa3. Kenaikan rating Pertamina yang telah ditunjuk menjadi induk holding migas juga mengerek peringkat utang PGN dari Baa3 menjadi Baa2 dengan prospek stabil dari sebelumnya positif.
Berdasarkan keterangan Moody's, kenaikan peringkat utang PLN, Pelindo II dan Jasa Marga mengikuti kenaikan peringkat utang Indonesia dari Baa3 dengan prospek positif menjadi Baa2 dengan prospek stabil pada 13 April 2018 lalu.
Moody's menaikkan peringkat utang PLN dari Baa3 menjadi Baa2. Lembaga pemeringkat internasional itu juga merevisi prospek menjadi stabil dari positif.
Selain itu, peringkat utang jangka pendek PLN juga naik menjadi Baa2 dari sebelumnya Baa3. Prospek pun menjadi stabil dari sebelumnya positif.
"Termasuk kemampuan BUMN dalam mencari sumber pendanaan, tidak hanya pendanaan konvensional tetapi juga mencari alternatif pendanaan lain, baik di dalam maupun di luar negeri," ujar Rini dalam keterangan resmi, dikutip Senin (16/4).
Selain itu, Rini menyatakan dukungan pemerintah juga terbukti menjadi dorongan utama bagi keberlangsungan proyek strategis sesuai dengan target yang ditetapkan bersama Pemerintah.
"Kementerian BUMN juga memfasilitasi dan mendukung langsung ke lapangan untuk memastikan agar proyek-proyek strategis nasional berjalan sesuai jadwal yang ditetapkan," jelasnya.
Lembaga pemeringkat kredit internasional Moody's Investor Service mengerek peringkat utang lima perusahaan pelat merah, yakni PT Perusahaan Listrik Negara (Persero), PT Perusahaan Gas Negara Tbk (Persero) Tbk, PT Pertamina (Persero), PT Jasa Marga (Persero) Tbk, dan PT Pelabuhan Indonesia II (Pelindo II).
Menanggapi hal itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menilai kenaikan peringkat korporasi dan surat utang korporasi tersebut mencerminkan kepercayaan kalangan investor global terhadap pelaksanaan proyek-proyek strategis nasional.
Beberapa proyek strategis nasional di antaranya, proyek listrik 35 ribu Megawatt (MW) oleh PLN, penyediaan energi yang dikelola Pertamina sebagai induk penggabungan usaha sektor minyak dan gas (holding migas), serta pembangunan infrastruktur pelabuhan oleh Pelindo.
Utang Jatuh Tempo, Mampukah Indonesia Bayar? | PT Rifan Financindo Berjangka
Menurutnya, pembayaran utang akan membuat tekanan pada nilai tukar. Belum lagi jatuh tempo utang swasta. "Jatuh tempo akan berpengaruh," tambah Pieter. Saat ini menurutnya, Indonesia memiliki cadangan devisa sekitar USD130 miliar.
Terpisah, Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Nufransa Wira Sakti, seperti dikutip dari laman resmi Kemenkeu, Jumat lalu (13/4) menyebutkan, lembaga pemeringkat Moody’s memberikan kenaikan rating utang (rating upgrade) bagi Indonesia. Dari Baa3 positive outlook menjadi Baa2 stable outlook (setara dengan level BBB). Dengan demikian, Indonesia sudah mendapat peringkat Baa2/BBB dari empat lembaga, yakni Fitch (Desember 2017), JCRA (12 Februari 2018), R&I (7 Maret 2018), dan Moody’s.
Jadi saya tidak termasuk mereka yang mengkritisi utang pemerintah. Utang pemerintah sangat lazim di semua negara," tegas Pieter.
Namun menurutnya, kita memang perlu mengkritisi. Terutama untuk utang luar negeri. "Kita membayarnya pakai dollar. Kemampuannya tidak cukup besar. Walaupun devisa ada dari kegiatan ekspor impor. Utang luar negeri kita tidak cukup baik, mencapai 29 persen. Beda dengan Jepang dan Malaysia yang hanya 5 persen. Terlebihnya utang domestik. Ngaturnya gampang," jelas Pieter.
Kalau utang luar negeri menurutnya, ada tekanan nilai tukar. Utang kita sehat, Pieter sependapat dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani. "Namun dari total utang seperempatnya tidak domestik. Asing. Penilaian semua negara, kita memang mampu bayar,” ujarnya.
Tetapi, yang sehat itu jangan banyak utang luar negeri. “Harusnya utang dalam negeri, supaya ngaturnya gampang," jelas Pieter.
"Aman karena mampu bayar. Cuman persoalannya, kalau bayar bunga dan cicilan saja Rp 400 triliun, itu mengurangi yang lain. Ruang fiskal menyempit," ujarnya.
Sebab lanjut Enny, anggaran ratusan triliun rupiah yang digunakan untuk bayar utang bisa untuk belanja yang produktif. Yang mampu menciptakan stimulus fiskal. "Sementara pendapatan dari pajak turun. Sehingga yang pasti akan mengurangi ruang fiskal," jelas Enny.
Selain itu menurutnya, risiko fiskal yang lain juga banyak. Termasuk nilai tukar. "Konsekuensinya meningkatkan suku bunga utang. Kalau negara besar menaikan bunga, seperti Amerika, Kalau Indonesia tidak ikut menaikan, tidak ada daya tarik," ujar Enny.
Ini kata Enny, menjadi berdampak negatif terhadap sektor keuangan. “Akan semakin sulit menurunkan suku bunga," pungkasnya.
Sementara, Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE) Indonesia Pieter Abdullah mengatakan, utang itu sudah ada dalam jadwal pembayaran. Pemerintah menurutnya sangat sanggup untuk melakukan pembayaran bunga utang dan pokok. Itu menurutnya sudah ada dalam nota keuangan.
Bagus, hal itu tentu positif. Namun orang kalau dipuji itu bisa dua asumsi. Sebelum krisis 97 dan 98, kita dipuji-puji. Pertanyaannya apa kita mau mabuk karena pujian atau tidak?" ujar Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati kepada INDOPOS, Minggu (15/4).
Adapun jumlah utang Pemerintah per akhir Febuari 2018 mencapai Rp 4.034,8 triliun. Atau 29,24 persen dari PDB. Sedangkan utang luar negeri swasta, berdasarkan data statistik utang luar negeri Indonesia, per akhir Januari lalu, mencapai Rp 2.351,7 triliun. Adapun Terkait banyaknya utang yang harus dibayar pemerintah pada tahun ini, menurut Enny, pemerintah pasti mampu membayarnya. Apalagi menurutnya APBN jumlahnya Rp 2000 triliun lebih.
Utang jatuh tempo yang harus dibayar pemerintah pada tahun ini mencapai Rp 400 triliun. Pemerintah optimis mampu membayar utang dengan nilai fantastis tersebut. Apalagi lembaga pemeringkat kredit Moody's, kemudian Fitch, JCRA serta R dan I, telah menaikan peringkat utang kita. Bahkan lembaga pemeringkat kredit Moody's, belum lama ini menaikan peringkat utang menjadi Baa2 dengan outlook stabil. Dari sebelumnya Baa3 dengan outlook positif.
Peringkat Utang Naik, Saatnya Proaktif Sambut Investasi | PT Rifan Financindo Berjangka
Di sisi fiskal, pemerintah dinilai mam pu menjaga fiskal defisit di bawah batas 3% sejak diberlakukan pada 2003. Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus DW Martowardojo me ngatakan, defisit yang dapat di pertahankan di level rendah yang didukung pembiayaan bersifat jangka panjang dapat menjaga beban utang tetap rendah sehingga mengurangi kebutuhan dan risiko pembiayaan.
Di sisi moneter, menurut dia, BI telah menunjukkan rekam jejak dalam memprioritaskan stabilitas makroekonomi.
Penerapan kebijakan nilai tukar fleksibel dan koordinasi kebijakan yang lebih efektif antara bank sentral dengan pemerintah pusat dan daerah dinilai mampu menjaga inflasi di level yang cukup rendah dan stabil.
“BI juga semakin aktif menggunakan instrumen makroprudensial dalam menghadapi gejolak,” ujarnya.
Menurut Agus, pencapaian ini merupakan suatu prestasi besar di tengah masih berlanjutnya ketidakpastian ekonomi global yang memengaruhi perkembangan ekonomi di kawasan.
Dalam siaran persnya Moody's menyatakan faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah kerangka kebijakan yang kredibel dan efektif yang dinilai kondusif bagi stabilitas makroekonomi.
Menurut lembaga pemeringkat internasional tersebut, meningkatnya cadangan devisa dan penerapan kebijakan fiskal serta moneter yang berhati-hati memperkuat ketahanan dan kapasitas Indonesia dalam meng hadapi gejolak eksternal.
Khusus untuk pemberian rating terbaru dari Moody's, peringkat tersebut adalah level tertinggi yang pernah dicapai oleh Indonesia.
“Dalam hal ini pemerintah harus lebih proaktif. Segera fasilitasi ketika para investor menanyakan mitra lokal yang bisa di ajak bekerja sama. Pengetahuan tentang peluang investasi di Indonesia juga masih menjadi masalah. Ini yang krusial harus dibenahi demi iklim investasi,” ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang PS Brodjonegoro di Jakarta kemarin.
Pada Jumat (13/4) lalu Moody's meningkatkan sovereign credit rating (SCR) In donesia dari semula Baa3 dengan outlook positif menjadi Baa2 dengan outlook stabil.
Sebelumnya Fitch Ra tings meng-upgrade rating utang dari sebelumnya BBB- menjadi BBB, Standard and Poor's (S&P) dari sebelumnya BB+ menjadi BBB-, dan Rating and Investment Information (R&I) dari BBB- (Outlook Positif) menjadi BBB (Outlook Stabil).
Dengan perbaikan rating utang ke level Baa2 oleh Moodys, kini Indonesia telah diakui oleh empat lembaga pemeringkat internasional berada pada satu tingkat lebih tinggi dari level investment grade terdahulu.
Pemerintah harus cepat membenahi layanan investasi seiring dinaikkannya peringkat utang oleh Moody's Investor Service (Moodys).
Momen ini diharapkan mendorong arus investasi ke dalam negeri baik dalam bentuk portofolio di pasar keuangan maupun sektor riil sehingga menggerakkan perekonomian.