Independensi BI Muncul Habibie Menjadi Presiden | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru
Boediono mengungkapkan, Habibie lama menuntut ilmu di Jerman. Oleh karena itu, dia memahami dan sangat terinspirasi dengan independensi bank sentral Jerman yang sangat tinggi.
"Makanya, beliau mendukung revisi undang-undang BI dan mendukung independensi BI yang kuat. Undang-undang itu berdasarkan masukan dari pakar dari dalam dan luar negeri," ujar Boediono.
Mantan Wakil Presiden RI Boediono memuji mantan Presiden ketiga RI BJ Habibie. Menurut Boediono, Habibie memiliki peran yang besar dalam mendukung independensi Bank Indonesia (BI).
"Independensi BI muncul saat Pak Habibie menjadi presiden. Beliau mendukung independensi bank sentral," kata Boediono dalam keynote speech peluncuran BI Institute di Jakarta, Senin (22/8/2016).
Bahkan, mantan gubernur bank sentral Jerman pun kala itu dilibatkan sebagai pakar untuk memberi masukan saat menggodok UU BI. Selain itu, jajaran menteri ekonomi juga turut menggodok undang-undang bank sentral tersebut.
"Eks gubernur bank sentral Jerman memberi masukan kepada kami-kami ini waktu itu, Menko Perekonomian, Menteri Keuangan, saya yang waktu itu di Bappenas, dan Gubernur BI saat itu Pak Syahril Sabirin," terang Boediono.
Disahkannya UU BI saat itu, diakui Boediono, merupakan saat yang tepat. Pasalnya, apabila BI baru meminta independensi pada era saat ini, Boediono memandang hal itu sulit untuk dipenuhi.
"Momen historis itu perlu dicatat dalam sejarah BI. Timing-nya pas. Kalau Anda mengajukan independensi sekarang sulit karena sekarang pemikirannya berbeda," tutur Boediono.
Mantan Wapres Boediono Minta Respons Cepat BI Hadapi Krisis | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru
Hal ini disampaikan Boediono saat menjadi pembicara dalam acara launching BI institute di gedung Bank Indonesia menggantikan pembicara utama yakni mantan presiden RI ketiga, BJ Habibie.
"Respon kita di tahun 1998 tehadap krisis waktu itu sangat lamban. Sehingga efeknya pun menjadi panjang. Ini untuk ke depannya, BI harus memberikan respons cepat. Karena dalam krisis itu, respons awal ini sangat penting," kata dia di BI, Jakarta, Senin (22/8/2016).
Mantan Wakil Presiden (Wapres) Republik Indonesia (RI) Boediono mengatakan, kecepatan Indonesia dalam merespons krisis keuangan pada tahun 1998 terbilang sangat lamban sehingga menyebabkan pemulihan yang sangat lama. Dia menambahkan dalam menanggapi krisis dalam negeri, Bank Indonesia (BI) diharapkan bisa memberikan respon yang lebih cepat.
Lanjut dia menerangkan dalam menanggapi krisis, Bank Indonesia sebagai bank sentral diharapkan mampu berperan aktif untuk menyelamatkan Indonesia dari jatuhnya perekonomian Indonesia. Indonesia sendiri saat ini sudah memiliki Undang-undang (UU) Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK) yang disahkan DPR pada 17 Maret 2016.
"Bank sentral mesti berperan aktif dalam mengatasi ini. Karena saat ini, bank masih mendominasi dalam melakukan payment dan settlement sistem yang tradisional. Tapi nanti pasti akan berubah seiring dengan teknologinya," pungkasnya.
Boediono Ungkap Tantangan yang Harus Dihadapi BI | PT Rifan Financindo Berjangka Cabang Pekanbaru
Mantan Wakil Presiden Boediono hari ini menjadi pembicara dalam acara grand launching Bank Indonesia (BI) Institute. Dia mengingatkan bahwa terdapat dua tantangan bagi BI yang harus dihadapi. Tantangan ini berasal dari gejolak ekonomi secara internal.
"Ada tantangan ketidakpastian lingkungan yang kita hadapi. Ini bisa menjadi letupan. Untuk interkoneksi, kita juga harus waspada karena letupan ini bisa saja meledak sewaktu-waktu," kata Boediono di Gedung BI Jakarta, Senin (22/8/2016).
"Anda (BI) harus pertama kali maju dan keputusan Anda sebagi respons awal ini sangat menentukan. Dalam krisis respons awal ini sangat penting. Kalau salah ini ekornya akan panjang. Seperti 1998, fast respons kita sangat lambat," imbuhnya.
Tantangan kedua adalah teknologi. Tantangan ini dianggap oleh Boediono sebagai suatu tantangan yang nyata dan terutama dalam sektor perbankan dan keuangan.
"Di sinilah bank sentral mengambil peranannya. Sekarang itu bank masih dominan dalam melakukannya payment dan settlement sistem yang tradisional. Ini akan berubah. Siap-siap saja, karena payment sistem akan berubah (dengan menggunakan teknologi). Riil sektor harus siap pula," tutupnya.