Skandal Cambridge Analytica hingga saat ini masih menjadi buah bibir masyarakat dunia | PT Rifan Financindo Berjangka
Tentu saja, hal ini semakin membuat pihak pemerintah di beberapa negara menaikkan tingkat kewaspadaannya dan melakukan revisi terhadap undang-undang perlindungan data pribadi.
Di sisi lain, pihak Komisi I DPR RI menyatakan dengan tegas agar pihak Facebook segera melakukan tindakan tegas terhadap Aleksandr Kogan. Hal ini dikarenakan dalam Sidang Rapat Dengar Pendapat Umum yang dilaksanakan pekan lalu, pihak Facebook memberikan tanda seolah-olah kasus kebocoran data ini merupakan kesalahan Kogan.
Selain itu, dalam kemunculan perdananya di media setelah skandal Cambridge Analytica ini menyatakan jika dirinya bukanlah mata-mata Rusia. Hal ini dikarenakan belakangan ini dia sempat dituding sebagai mata-mata Rusia.
“Saya bukan mata-mata Rusia. Saya pikir tuduhan kuat yang menyebut saya mata-mata Rusia sama sekali tak mempunyai dasar,” lanjutnya.
Sekedar informasi, beberapa waktu lalu mantan pegawai Cambridge Analytica Brittany Kaiser menyatakan jika jumlah korban dari skandal ini melebihi 87 juta pengguna. Dia menyatakan bahwa ada beberapa metode lain yang digunakan oleh pihaknya dan juga Kogan untuk menyaring data selain dari aplikasi ‘This Is Your Digital Life’.
“Orang-orang menganggap cerita ini penting karena mereka pikir skandal ini dapat mengubah hasil Pemilihan presiden, atau pikiran para korban bisa dikontrol, dan hal itu benar-benar tak perlu dikhawatirkan,” ujar Kogan seperti dikutip dari laman Buzz Feed, Selasa (24/4/2018).
Skandal Cambridge Analytica hingga saat ini masih menjadi buah bibir masyarakat dunia. Masih banyak yang menganggap, apa yang dilakukan oleh mereka banyak mempengaruhi kemenangan Presiden Donald Trump pada pemilihan presiden Amerika 2016 lalu.
Namun, menurut Aleksandr Kogan, orang yang memanen 87 juta data pengguna Facebook menyatakan jika hal tersebut tidak masuk akal. Dia menganggap hal ini adalah sebuah hal yang dibesar-besarkan.
Profesor "Biang Keladi" Skandal Facebook Angkat Bicara | PT Rifan Financindo Berjangka
Dr. Kogan membuat komitmen kepada Cambridge Analytica bahwa GSR bertanggung jawab memenuhi peraturan perlindungan data. Kami percaya pada komitmen ini,” sebut Cambridge Analytica. Disebutkan bahwa data yang dilisensi Cambridge Analytica dari GSR hanya untuk 30 juta responden yang berdomisili di Amerika Serikat.
Angka ini jauh lebih kecil dari estimasi pihak Facebook bahwa sebanyak 87 juta pengguna telah mengalami kebocoran data dari kasus GSR dan Cambridge Analytica. Sebagian besar (70) juta di antaranya berasal dari pengguna di Amerika Serikat, tapi ada juga sebagian pengguna dari Indonesia.
Cambridge Analytica selaku pihak yang memanfaatkan data pengguna dari GSR menanggapi wawancara Aleksandr Kogan di 60 Minutes. Dalam pernyataannya, Cambridge Analytica membenarkan bahwa, pada 2014, pihaknya memang meminta jasa Kogan yang dikenal sering mengadakan riset personality profiling.
Pada 2015, Facebook sebenarnya telah memergoki transfer data pengguna antara GSR dan Cambridge Analytica. Namun, alih-alih mengumumkannya secara publik, perusahaan jejaring sosial itu malah meminta pihak-pihak terkait menghapus data tersebut. Permintaan ini diduga tak langsung dituruti oleh Cambridge Analytica.
“Kepercayaan di Silicon Valley dan kami sendiri… adalah bahwa publik secara umum pasti menyadari bahwa data mereka dijual, dibagikan, dan digunakan untuk beriklan pada mereka,” ujar Kogan, sebagaimana dirangkum KompasTekno dari Cnet, Selasa (24/4/2018). Asumsi Kogan ternyata keliru. Dia pun mengaku telah salah kaprah.
Kogan mengatakan bahwa apa yang dilakukannya pada 2014 itu adalah “tindakan keliru dan tidak bijak”. Facebook memang melarang aplikasi pihak ketiga -seperti kuis bikinan GSR- menjual atau melisensikan data yang diambil ke firma pemasaran macam Cambridge Analytica.
Nama Aleksandr Kogan belakangan mendapat sorotan global. Dialah adalah Direktur Global Science Research (GSR), firma pembuat kuis kepribadian bernama “thisisyourdigitallife” yang diam-diam menciduk data personal milik puluhan juta pengguna Facebook. Data tersebut lantas diberikan ke Cambridge Analytica, yang kemudian menggunakannya untuk keperluan konsultasi politik di Amerika Serikat, termasuk pemilu presiden AS pada 2016.
Dalam sebuah wawancara 60 Minutes yang ditayangkan akhir pekan lalu, profesor psikologi sosial ini angkat bicara mengenai skandal besar yang melibatkannya. Dia mengatakan tak sadar telah melanggar ketentuan Facebook dengan memberikan data pengguna ke Cambridge Analytica. Kogan berasumsi bahwa tindakan itu sah-sah saja.
Jual Data Pengguna? Ini Jawaban Facebook | PT Rifan Financindo Berjangka
Sangat dipahami jika Facebook merasa harus menjelaskan mengenai hal ini, karena isu privasi dan kebocoran data tengah menyorotnya. Seperti diketahui, data sebanyak 50 juta pengguna Facebook diangkut oleh lembaga konsultan politik Cambridge Analytica.
Data ini didapat Cambridge Analytica dengan memanfaatkan sebuah kuis di Facebook yang bisa menggambarkan kepribadian seseorang dan diduga digunakan untuk membantu pemenangan Donald Trump saat kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat beberapa waktu lalu.
Tidak. Produk kami adalah media sosial, kemampuan untuk terkoneksi dengan orang lain yang penting bagi Anda, di mana pun mereka berada. Ini sama saja seperti mesin pencarian, situs dan koran gratis. Produk utamanya adalah sumber bacaan atau informasi. Iklan ada untuk membiayai pengalaman tersebut," kata Vice President of Advertising di Facebook Rob Goldman, seperti dikutip dari postingannya, Selasa (24/4/2018).
Seorang analis dari GBH Insights Daniel Ives punya pendapatnya sendiri jika menyelami makna semantik 'produk'. Menurutnya, Facebook secara aktif membela benteng periklanan mereka dan berusaha keras melindungi model iklan yang dijalankannya.
Penasaran apakah data kalian dijual Facebook ke para pengiklan? Ini adalah pertanyaan yang sulit dijawab Facebook. Raksasa jejaring sosial ini merilis postingan blog terbaru terkait hal tersebut.
Dalam tulisannya, Facebook bersikeras bahwa para penggunanya bukan produk dan mereka tidak menjual data ke siapa pun. Namun jawaban Facebook ini tak serta merta menjawab rasa penasaran.
Facebook berupaya menentang anggapan, bahwa jika pengguna memakai sebuah layanan secara gratis, maka si pengguna itulah yang menjadi produknya, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai 'jualan'.